Kepercayaan yang sudah dibangun selama bertahun-tahun, akhirnya runtuh juga hanya karena seseorang yang baru saja dikenalnya. Keringat dingin bercucuran, tubuh gemetaran. Begitulah kondisi Hani malam itu. Pagi ini Hani bangun agak telat, ia membuka matanya yang sembab secara perlahan, semalam ia tidak bisa tertidur pulas memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Ia merasa kecewa sekali pada kekasihnya, bayangan buruk selalu menghantui pikirannya. Hani memutuskan tidak berangkat sekolah saat itu, dan kedua orang tua Hani sudah meninggalkan rumahnya untuk bekerja. Tiba-tiba handphone Hani berdering sangat keras.

“Haniiiiiiiii…. Kok pagi ini belum berangkat?”

“Han, kok diem?”

“Hari ini aku kurang enak badan, tolong bilangin ya suratku menyusul besok,” dengan nada lemas.

“Ya Allah Han, sakit apa si? Kok tiba-tiba?”

“Udah dulu ya, aku masih lemas rasanya. Daaa…” menutup telfonnya.

Teman-teman Hani pun bingung dengan sikap Hani, karena yang mereka tau Hani baik-baik saja kemarin. Mereka khawatir jika terjadi apa-apa dengan Hani.

***

Raka masih saja takut untuk menghubungi bahkan menemui Hani. Pagi itu Raka di sekolah uring-uringan memikirkan masalah dengan Hani. Tak lama kemudian, Raka mendapat pesan dari Tika.

Pagi Raka, seperti biasa ya nanti temui aku di depan kelas.

Raka hanya membaca pesannya dan tidak membalasnya, ia masih merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan pada Hani. Raka telah membuat Hani kecewa karena ulahya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengirim pesan pada Hani.

Han, aku mau jelasin ini semua sama kamu. Aku harap kamu mau bertemu denganku sore nanti.

Pesan yang dikirim Raka hanya dibaca oleh Hani, ia bingung harus bagaimana. Ia juga ingin mendengarkan penjelasan dari Raka, tetapi hatinya sudah terlanjur kecewa karenanya.

***

Bel istirahat berdering sangat kencang. Seperti biasa Tika menunggu Raka menemuinya, tetapi Raka tidak menemui Tika. Ia hanya duduk menyendiri di dalam kelasnya. Akhirnya Tika yang menemui Raka di kelasnya. Raka tertunduk lesu di pojok kelasnya.

“Ka, kamu kenapa? Pesanku juga kenapa cuma dibaca?” sambil menatap mata Raka

“Mulai sekarang, tolong jauhi aku ya Tik. Aku gamau ada salah paham di antara kita.” Sambil berdiri dari tempat duduknya. Tetapi Tika menahan Raka supaya tidak pergi.

“Kamu kenapa Ka? Sore ini aku mau minta tolong temani aku cari buku.”

“Tik, aku sudah memiliki wanita jauh sebelum aku mengenalmu. Kamu juga selalu aku ceritakan tentang dia. Sejak awal aku mengenalmu, aku hanya berniat untuk menjadi temanmu. Tapi hatiku sedang dibolak-balikan, aku juga nyaman denganmu, aku senang bisa berteman baik sama kamu, tapi…”

Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Tika langsung memotong pembicaraan Raka.

“Ka, aku tau. Tapi aku juga punya perasaan seperti dia, aku sudah terlanjur nyaman sama kamu. Aku bahagia karena kamu juga memiliki perasaan yang sama denganku. Ka….”

“Tik, aku nggak mau ngecewain dia. Kamu baik sama aku, dia juga baik sama aku. Aku tau aku salah, dengan perasaanku yang seperti ini sama kamu, aku juga memikirkan perasaan Hani. Kemarin Leya melihat kita sedang makan berdua di kantin,  ia memberitahu pada Hani.”

“Kamu serius Ka? Kok bisa Leya gitu si. Ka, kenapa kamu nggak putusin pacar kamu itu? Aku nyaman denganmu, kamu pun nyaman denganku.”

Belum sempat selesai berbicara, bel masuk kelas berdering dengan keras. Siswa-siswi berhamburan masuk ke kelas masing-masing. Tika pun langsung pamit pergi meninggalkan kelas Raka. Raka sangat menyesal karena membuat kecewa kekasihnya sendiri. Ia pun tak bisa berbohong dengan perasaannya pada Tika, tapi ia tetap menahan, menjaga diri, dan harus memperbaiki kembali hubungannya.

***

Sore setelah pulang sekolah, Raka menuju rumah Hani. Sebenarnya ia takut jika Hani tidak mau menerima kedatangannya. Ia mau memperbaiki hubungannya kembali bersama Hani.

“Assalamualaikum,” mengetok pintu.

“Waalaikumussalam,” Hani membuka pintu dan terkejut hingga menutup pintunya lagi.

“Han, tunggu dulu.” Menahan pintu

Akhirnya Raka bisa menahan pintu rumah Hani. Raka izin ingin menjelaskan semua yang terjadi pada dirinya. Hani menangis sejadi-jadinya.

“Han, beri waktu untuk aku menjelaskan semuanya ya.”

“Tapi setelah ini minta kamu pulang!” sambil menangis.

“Iyaa, Han. Aku tau aku salah. Aku tau apa yang aku lakuin selama ini bikin kamu kecewa. Jujur, pertama aku ngga pernah ngejalin hubungan sama dia. Kamu tau kan, kami seorganisasi. Kedua, awal aku kenal sama dia aku cuma mau tolong dia. Waktu itu dia lagi ada masalah besar di keluarganya. Aku nggak sengaja tanya, dia jelasin semuanya, aku cuma bisa kasih nasihat sama dia. Mulai dari situ, dia selalu deketin aku.”

“Rak, selama ini aku nggak pernah ngelarang kamu deket sama siapa pun. Tapi tolong, aku minta kamu selalu hargai posisiku sebagai siapamu.” Menangis tersedu-sedu.

“Han, mungkin saat itu hatiku sedang dibolak-balikkan. Tapi aku sadar bahwa aku sudah memilikimu. Aku juga menolak rasaku sama dia, tapi nggak mudah karena kami sering bertemu di organisasi.”

Hani yang mendengar pengakuan Raka rasanya lemas dan tidak berdaya, badannya gemetar dan air matanya terus mengalir membasahi pipinya.

“Kenapa si kamu nggak menghindar dari dia Rak?” sambil menatap dalam mata Raka.

“Han, aku sudah menghindarinya. Dia selalu menemuiku Han.” Tertunduk lemas.

“Tadi pagi, dia menemuiku. Dia minta aku mengakhiri hubungan ini sama kamu. Aku tau aku jahat banget sama kamu Han. Tapi asal kamu tau, rasa yang ada di dalam hati ini selalu berusaha aku hindarin Han.” Raka melanjutkan perkataannya.

Hati Hani hancur mendengar cerita Raka. Selama bertahun-tahun mereka bersama, tapi nyaris hancur hanya karena orang yang baru saja ia kenal.

“Terus mau kamu gimana? Mencoba tersenyum di depan Raka.

“Han, aku selalu mecoba menahan rasa aku ke dia dengan aku selalu mengingat kamu. Hak kamu kalo kamu memang mau menjauhiku,” ucap Raka sambil menatap Hani

“Raka. Di dalam hidup pasti seperti itu. Hati kita itu mudah sekali dibolak-balikan, nggak cuma kamu yang pernah merasakan seperti ini. Sekarang aku butuh waktu dan belum bisa mengambil keputusan,” sambil menahan tangis.

“Aku tau, rasa ini nggak akan lama Han. Rasa ini datang karena terbiasa bersama dalam satu organisasi. Aku juga selalu menceritakanmu ke dia. Han, aku minta maaf.” Menahan tangis.

“Lebih baik kamu pulang ya sekarang.”

Akhirnya Raka meninggalkan rumah Hani. Hani sadar, bahwa setiap manusia yang memiliki hati pasti akan selalu dibolak-balikan. Seseorang yang sudah berumah tangga pun juga pernah mengalaminya. Ia sangat kecewa, tetapi Hani sosok orang yang tidak merasakan kecewa yang berlarut-larut. Pilihan dia hanya meninggalkan atau bertahan. Sementara mereka berdua selalu menjadi partner dalam segala hal termasuk saling berbagi kebaikan dengan orang lain. Baru kali ini mereka berantem dan merasa kecewa.

Raka tetap kekeh pada pilihannya, karena ia baru pernah menemukan sosok wanita yang selalu mendukung dia dalam segala hal, selalu mengajarkan, selalu mengingatkan dan selalu menyemangati ketika ia dalam keadaan terpuruk. Raka juga berfikir bahwa rasanya kepada Tika hanya sementara karena ia dan Hani memang berbeda sekolah dan jarang bertemu dan sering berkomunikasi lewat handphone.

***

Keesokan harinya, Hani pergi ke sekolah dengan menutupi kesedihan yang ia alami kemarin. Setelah pulang sekolah, tiba-tiba Raka sudah ada di depan sekolah Hani dan ingin mengantarkannya pulang ke rumah. Setelah membujuk Hani, dan ia merasa bahwa harus menghargai Raka yang sudah mau mengantarkan ke rumah maka ia menerima tawaran Raka. Sesampainya di rumah, Raka tidak buru-buru pulang.

“Han, makasih ya kamu udah mau aku antar pulang,” sambil tersenyum

“Makasih juga udah antar aku pulang.”

“Aku mau menyelesaikan yang kemarin, kamu ada yang mau disampein ke aku?”

“Aku yakin, perasaan kamu ke dia hanya sementara. Aku juga yakin, kamu nggak akan tega ninggalin aku hanya karena cewe yang mengemis jadi pacar kamu.”

“Kamu benar, aku kira dia nggak akan setega itu sama kamu. Sekarang makin ke sini, aku ngerti sifat dia yang sebenarnya Han. Dia jauh berbeda dengan kamu.”

“Aku bukan orang baik Rak, tapi aku selalu terus berusaha menjadi baik. Kalo emang kamu masih mau sama aku, silahkan.”

“Itu yang aku mau Han, bertahan sama kamu. Aku janji bakal jauhin dia, maafin aku yah udah sering sakitin kamu.”

“Terima kasih ya Rak. Tapi aku butuh waktu buat merubah keadaanku lagi, jadi aku minta maaf juga kalo aku sedikit berbeda.” Tersenyum.

“Aku hargai itu, terima kasih udah kasih aku kesempatan lagi. Tetap jadi Hani yang aku kenal, selalu menasehati dan selalu ceria.”

Hani hanya tersenyum mendengarnya. Ia butuh waktu supaya kekecewaan yang ada di dalam hatinya segera sembuh kembali. Ia ingin segala sesuatu yang dialami tidak menjadi beban pikiran yang berat karena kepala Hani sering sakit ketika harus memikirkan hal-hal yang dirasa tidak penting.

Fitriana Hardianti, lahir di Purwokerto 31 Desember 2000. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *