
Tradisi Ngaruwat Bumi
Ngaruwat Bumi atau biasa juga disebut Hajat Bumi, adalah tradisi upacara adat masyarakat pedesaan di daerah Jawa Barat. Hingga saat ini upacara tersebut masih dijalankan di beberapa desa di wilayah Karawang, Subang, Purwakarta, dan Lembang, Bandung. Tradisi yang telah berusia ratusan tahun ini dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penghormatan kepada para leluhur yang telah memelihara dan merawat desa hingga sampai saat ini masih bisa dinikmati oleh segenap warga desa. Upacara Ruwatan ini juga berfungsi sebagai upacara Tolak Bala.
Istilah Ngaruwat Bumi artinya merawat bumi. Ngaruwat berasal dari kata ruwat atau ngarawat yang dalam bahasa Sunda artinya merawat atau menjaga. Ngaruwat ada juga yang mengartikan mengumpulkan. Bumi mengandung arti tempat kita hidup. Sehingga istilah Ngaruwat Bumi ini bisa dimaknai sebagai ajakan kepada masyarakat desa untuk berkumpul. Masyarakat dan hasil buminya dikumpulkan, baik hasil bumi yang masih mentah maupun yang sudah diolah. Tujuannya selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penghormatan pada leluhur, sekaligus sebagai tindakan Tolak Bala.
[iklan]
Upacara Ngaruwat Bumi merupakan sebuah tradisi warga yang digelar setiap bulan Muharam tepatnya 14 Muharam. Pelaksanaan ruwatan biasanya diselenggarakan di tanah lapang. Masing-masing daerah punya cara sendiri-sendiri dalam pelaksanaanya, namun pada intinya, tujuannya sama. Ngaruwat Bumi dilakukan sebelum masyarakat tani memulai bercocok tanam atau sebelum pengolahan lahan pertanian dimulai.
Menurut kepercayaan adat istiadat setempat sebelum diadakannya tradisi ruwatan bumi, petani diharapkan jangan dulu menggarap lahan pertaniannya. Jika salah satu petani ada yang melanggar tradisi tersebut maka akan mendapatkan na’as atau nasip sial untuk petaninya, bisa berupa lahan pertaniannya diserang hama atau pun hasil panennya menurun sehingga mengalami kerugian.
Ruwatan bumi dilakukan dengan cara mengumpulkan masyarakat di suatu tempat. Masing-masing dari mereka membawa hasil bumi yang belum diolah dan sudah diolah serta nasi tumpeng yang kemudian dikumpulkan di suatu tempat, dan pada saat acara dimulai masyarakat bisa saling mencicipi nasi tumpeng tersebut.
Rangkaian acara ruwatan bumi biasanya diawali dengan ritual berziarah ke salah satu makam sesepuh desa yang dianggap telah berjasa. Pada saat para sesepuh kampung melakukan ritual ziarah, masyarakat kampung menggantungkan macam-macam hasil bumi baik berupa olahan atau bukan olahan dengan seutas tali yang digantungkan di depan pekarangan atau di gang-gang rumah warga.
Setelah acara ziarah selesai masyarakat melakukan arak-arakan keliling kampung yang dipimpin oleh sesepuh kampung atau kepala desa setempat. Gantungan hasil bumi yang telah digantung menjadi rebutan masyarakat yang ikut arak-arakan tersebut.
Acara puncak ruwatan bumi diadakan pada malam hari. Acara diawali dengan do’a bersama dan sambutan-sambutan oleh para sesepuh kampung, dan diakhiri dengan pagelaran wayang kulit atau wayang golek. Ada pun dana untuk menyelengarakan rangkaian acara dan pagelaran adalah berasal dari dana swadaya berupa iuran para warga.
Salah satu sisi positif dari penyelenggaraan acara ritual Ruwatan Bumi ini adalah masyarakat bisa berkumpul dan bersilaturahmi untuk membahas berbagai kegiatan dalam membangun kampung dan membahas waktu pengolahan lahan pertanian serta jadwal tanam secara serempak
Di daerah Lembang, Bandung. Tepatnya di desa Cikidang kecamatan Lembang, dalam pelaksanaan upacara Ngaruwat Bumi, rangkaian acaranya adalah sebagai berikut:
- Mintebeyan numbal, yaitu acara memotong kambing di lokasi sumber air.
- Ijab Kabul
Setelah kambing dipotong, acara dilanjutkan dengan ijab kabul , yaitu doa sebagai wujud rasa syukur agar mendapatkan kesuburan di desa tersebut. - Hajat Buruan
Selanjutnya adalah hajat buruan. Pada hajat tumpeng warga membawa nasi kuning atau tumpeng dan air untuk didoakan oleh sesepuh dan dibagikan lagi kepada warga. Tahap selanjutnya adalah ngarak tumpeng sebagai ungkapan rasa syukur terhadap hasil panen yang melimpah.
Lain desa Cikidang lain lagi di desa Banceuy, kecamatan Ciater-Subang. Ruwatan bumi di daerah ini memang sangat unik dan menarik karena kekuatan tradisi di masa lalu yang terus terpelihara dengan baik. Sejak 20 tahun yang lalu hingga kini, setiap menjelang bulan Maulud selalu diselengarakan ruwatan bumi. Dengan dipimpin tetua kampung, warga setempat berkumpul di tanah lapang dekat pohoin Binong sambil membawa tumpeng. Forum itu sekaligus digunakan sebagai ajang silaturahmi di antara warga desa.
Adapun rangkaian pelaksanaan upacara ruwatan bumi ini secara lengkapnya adalah sebagai berikut:
- Dadahut,
yaitu persiapan yang dilakukan masyarakat untuk pelaksanaan acara ruwatan, mulai dari pembentukan panitia, musyawarah pelaksanaaan ruwatan, pengumpulan biaya, membuat makanan, membuat gapura atau pintu hek, membuat sawen atau daun janur dari daun kawung. Kegiatan dadahut ini biasanya dilakuan sebulan sebelum pelaksanaan. - Ngadieukeun,
adalah ritual khusus bertempat di goa yang dilakuan ketua adat dengan menyajikan banyak sesajen. Tujuannya meminta ijin kepada Tuhan YME supaya seluruh penduduk dan kampungnya dijauhkan dari musibah. - Ijab kabul motong munding,
menjembelih kerbau , dan dilanjut dengan do’a. Sebelum kerbau disembelih ada sambutan dari ketua adat. - Ngalawar,
yaitu nyuguh atau meletakkan/menyimpan sesaji di setiap sudut kampung. Ngalawar dimaksudkan untuk menghormati para leluhur masyarakat di daerah itu. Ngalawar dimulai dengan meletakkan sesaji di tengah-tengah kampung. Kemudian dilanjutkan di keempat sudut kampung. Sesaji atau sesajen untuk ngalawar ini dibungkus dalam ukuran kecil yang di dalamnya terdapat aneka makanan yang terbuat dari beras. - Salawatan,
yaitu mengucap puji-pujian kepada Allah SWT dan Rosulnya di mesjid-mesjid. Sholawatan dimulai setelah maghrib sampai menjelang Isya. - Pertunjukan seni Gembyung yang dilaksanakan pada malam hari.
- Numbal,
yaitu upacara sakral mengubur sesaji dan makanan yang terbuat dari beras. Tujuan numbal adalah mangurip bumi munar leuwih, artinya hasil bumi dan segala hal yang dilakukan penduduk kampung akan bisa bermanfaat.
Bahan untuk numbal antara lain kelapa hijau, seupahun, telur, gula merah, rempah-rempah, ayam kampung, pisang, tebu, dan jawer kotok. Prosesinya, setelah ritual keagamaan dilanjutkan dengan menyembelih ayam kampung. Ayam tersebut dipotong-potong untuk disimpan dalam lubang tertentu yang telah digali. Berikutnya adalah menanam pohon pisang, tebu, jawer kotok dan hanjuang yang disiram air beras.
- Helaran,
yaitu iring-iringan masyarakat dimulai dari tempat pelaksanaan ruwatan menuju situs makam leluhur. Dalam helaran ini ikut memeriahkan seni beluk, pembawa parukuyan, kuda kosong, pini sepuh, usungan dongdang, seni dogdog, saung sangar, usung tumpeng, dongdang makanan, seni Rengkong dan tari-tarian pembawa kerajinan. - Sawer,
yaitu melantunkan syair buhun. Sawer berisi puji-pujian terhadap sang pencipta, para leluhur dan Nyai Pohaci atau Dwi Sri. - Ijab Rosul,
yaitu ritual untuk menutup pelaksanaan ruwatan bumi yang dipimpin tetua adat. Ijab Rasul merupakan upacara khusus yang dilakukan oleh sesepuh adat dan dihadiri oleh penduduk des Tujuan Ijab Rasul adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para leluhur bahwa upacara sudah berjalan dengan selamat, lancar dan tak kurang suatu apa pun. (AY)
Referensi:
https://www.sampulpertanian.com/
https://subang.go.id/wisata/detail/
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/