SETITIK EMBUN TENTANG WS RENDRA

Bagi hampir semua penikmat Puisi masa kini bisa mendekati kesepakatan umum bahwa mereka telah mengenal, atau minimal mendengar tentang sekelumit Penyair beken WS Rendra, bahkan mungkin ada yang kenal betul siapa Penyair kenamaan ini.

Menurut Rahma Fiska di laman https://www.gramedia.com/literasi/puisi-ws-rendra/#Puisi-Puisi_Cinta_WS_Rendra, menyatakan bahwa [1]: WS Rendra adalah Penyair Indonesia yang mendapatkan julukan “Si Burung Merak”. Julukan ini mengacu pada gaya baca puisinya yang mempesona bagai burung merak sedang memekarkan ekornya, indah menawan, sehingga mampu menarik minat para pecinta puisi sekaligus mengagumi gaya WS Rendra tatkala membaca puisi.

WS Rendra lahir di Solo pada 7 November 1935 dari seorang Ibu yang berprofesi sebagai Penari serimpi di Istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dan Ayahandanya seorang Guru bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.

Beberapa prestasi yang telah diraih WS Rendra remaja adalah:

Ketika di SMP, dia berhasil mementaskan drama karyanya berjudul Kaki Palsu. Pada saat di SMA, dia mendapatkan penghargaan dan hadiah utama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta, atas pementasan drama karyanya berjudul Orang-Orang di Tikungan Jalan. Selepas SMA, WS Rendra kuliah di Fakultas Sastra di Universitas Gadjah Mada – Jogjakarta.

Sebelum tamat kuliah, WS Rendra mendapatkan undangan dari pemerintah Amerika untuk mengikuti seminar kesusastraan di Universitas Harvard, kemudian melanjutkan pendalaman ilmu tentang drama dan seni tari dari American Academy of Dramatical Art (AADA).

Ketika kuliah di Universitas Gadjah Mada, beberapa karya puisinya telah lahir, yakni di antara tahun 1954-1958. Di rentang waktu ini termasuk dalam masa pertama kepenyairannya, sajak-sajaknya berbicara tentang Cinta. Rentang waktu ini, bagi WS Rendra Puisinya lebih dikenal dengan istilah puisi puisi masa Puber Pertama.

Pada puisi di masa Puber Pertama ini terdapat 24 puisi, berisi tentang kisah percintaan remaja yang apa adanya: manis, lembut dan romantis sekali. Diksi puisi-puisinya disajikan dalam bentuk: pendek, ringan, dan sederhana; tetapi sangat menunjukkan perasaan orang yang sedang dilanda cinta.

Adapun Puisi-puisi itu berjudul: Permintaan, Rambut, Kangen, Baju, Papaya, Sepeda, Rok Hijau, Kami Berdua, Kegemarannya, Tempramen, Pahatan, Kepada Awan Lewat, Tobat, Sepeda Kekasih, Dua Burung, Telah Satu, Optimisme, Pantun, Ayam Jantan, Janganlah Jauh, Kekasih, Angin Jahat, Membisiki Telinga Sendiri, dan Bunga Gugur.

TIGA SAJAK CINTA WS RENDRA DI KALA REMAJA

Pada kesempatan ini, Penulis sebagai penikmat Puisi akan berusaha menikmati tiga dari Puisi karya WS Rendra dari kumpulan puisi Puber Pertama. Judul ketiga Puisi tersebut adalah Permintaan, Kangen, dan Kami Berdua. Ketiga Puisi tersebut tertulis di bawah ini [1].

1.

Permintaan

Wahai, rembulan yang bundar (1)
jenguklah jendela kekasihku! (2)
Ia tidur sendirian, (3)
hanya berteman hati yang rindu.(4

2.

Kangen

Pohon cemara dari jauh (1)
membayangkan panjang rambutnya (2)
maka aku pun kangen kekasihku.(3)

3.

Kami Berdua

Karena sekolah kami belum selesai (1)
kami berdua belum dikawinkan. (2)
Tetapi di dalam jiwa (3)
anak-cucu kami sudah banyak. (4)

KELEMBUTAN RASA SANG PECINTA

Pemberian nomor urut Judul maupun baris pada puisi di atas, sekadar untuk memudahkan langkah penulis dalam menikmati ketiga puis itu. Adapun telusur penikmatannya berawal dari Puisi nomor urut 1 berjudul /Permintaan/.

1.

Permintaan
Wahai, rembulan yang bundar (1)
jenguklah jendela kekasihku! (2)
Ia tidur sendirian, (3)
hanya berteman hati yang rindu.(4)

Dari puisi ini pembaca bisa merasakan bagaimana Penyair WS. Rendra yang masih remaja atau bisa dibilang sebagai anak kuliahan pada periode waktu tahun 1954 sampai dengan 1958 telah sanggup menyampaikan perasaannya melalui diksi: /Permintaan/ kepada /rembulan yang bundar/seperti di baris (1): /Wahai, rembulan yang bundar (1)/. Padahal di kala itu, mungkin belum banyak kosa kata pilihan yang tersaji di kamus Bahasa Indonesia, atau mungkin malah belum ada kamusnya, atau pun belum banyak media baca tulis. Tidak seperti saat ini di jaman milenial yang serba canggih, semua kosa kata tersaji secara online. Para Peminat kata, tinggal memilih kata yang diminati.

Kembali pada puisi di atas, siapakah yang dimaksud dengan /rembulan yang bundar (1)/, sampai sampai Sang Penyair mengawali sapaannya dengan ujaran yang sangat lembut, yaitu /Wahai/.Apakah /rembulan yang bundar/ ini semacam metafora kesebandingan dengan tokoh /kekasihku/ lirik yang ada di baris (2), atau memang mempunyai kandungan arti sesungguhnya yaitu dalam artian bulan purnama yang berbentuk bundar [2].

Di sinilah terbangun kesan kepiawaian Penyair dalam menyandingkan kesetaraan antara tokoh /kekasihku/ lirik dengan /rembulan yang bundar/. Penyair mungkin memandang bahwa tokoh /kekasihku/ lirik adalah kekasih yang lembut, cantik, dan anggun, maka yang diminta menjenguk, jugakudu mempunyai karakter yang mirip dengan tokoh tersebut, sehingga dalam mengajukan permintaan pun, Sang Penyair menggunakan panggilan yang lembut dengan awal panggilan /Wahai,/, untuk mengajukan permintaan menjenguk jendela /jenguklah jendela kekasihku! (2)/.

Cukup sampai di jendela saja, sebab terang cahaya rembulan purnama berpotensi akan tembus mencahayai ruang di balik jendela. Di ruang itulah kemungkinan tokoh /kekasihku/ lirik sedang tidur sendiri berteman rindu. Hal ini terungkap di baris (3) dan (4) yaitu :

/Ia tidur sendirian, (3)/, hanya berteman hati yang rindu (4).

Dari Puisi ini dapat dirasakan betapa lembut perasaan Sang Penyair dalam menjaga hubungan antara tokoh /kekasih/ lirik dan /ku/ lirik, atau disederhanakan menjadi tokoh /kekasihku/ lirik.

Siapakah yang dimaksud dengan tokoh /kekasihku/ lirik di Puisi nomor urut 1 ini? Sepertinya belum bisa diendus secara pasti, bahkan spekulasi pun belum bisa! Tokoh /kekasihku/ lirik masih misteri, siapakah dia sesungguhnya?

CEMARA PEMANTIK RASA

Puisi ke dua yang akan ditelusuri secara singkat penikmatnya adalah berjudul /Kangen/.

2.

Kangen
Pohon cemara dari jauh (1)
membayangkan panjang rambutnya (2)
maka aku pun kangen kekasihku.(3)

Puisi /Kangen/ besutan Penyair WS Rendra ketika masih remaja di atas, sanggup memberikan kesan pada penikmat puisi, bahwa betapa Sang Penyair telah mengungkapkan rasa kangen pada tokoh /kekasihku/ lirik yang begitu menggebu. Hanya dengan sentuhan pandang atau mungkin membayang di pikiran yang bersumber dari sosok /Pohon cemara dari jauh (1)/ sudah bisa membangkitkan rasa kangen Sang Penyair.

Cara ungkap Puisi /Kangen/ sepertinya tidak jauh berbeda dengan ungkapan yang terdapat pada Puisi berjudul /Permintaan/. Keduanya sama sama memanfaatkan gaya bahasa metafora kesebandingan, yakni di Puisi /Kangen/, Sang Penyair mengambil ungkapan dengan diksi /Pohon cemara/, sedangkan di Puisi berjudul /Permintaan/ menggunakan diksi /rembulan/. Pohon cemara dan rembulan disebandingkan dengan sosok tokoh /kekasihku/ lirik.

Pada Puisi /Permintaan, Penyair memilih diksi /rembulan/ untuk menjenguk jendela sang kekasih, dan pada Puisi /Kangen/ keberadaan diksi /Pohon cemara/ digunakan sebagai pemantik timbulnya bayangan pikir bagi Sang Penyair tentang giat /membayangkan panjang rambutnya (2)/ seperti di baris ke (2) di Puisi ke dua tersebut.

Dari Puisi /Kangen/ dapat diprediksi bahwa kemungkinan ada potensi bahwa dalam dunia nyata Sang Penyair lebih akrab dengan pohon cemara, dibandingkan dengan pohon jenis lain, atau pohon cemara menjadi semacam pohon yang punya nilai tersendiri. Karena sebenarnya banyak pohon selain pohon cemara yang memungkinkan bisa mengidentikkandaun daunnya dengan rambut panjang seseorang, misalnya pohon kelapa yang mempunyai daun panjang menjuntai indah meliuk liuk ketika ditiup semilir angin, misalnya lagi pohon beringin yang memiliki daun rimbun hijau segar. Tetapi kedua pohon tersebut tidak sanggup menginspirasi Sang Penyair dalam mengambil perbandingan untuk mengungkapkan perasaannya tentang tokoh /kekasihku/ lirik. Sedangkan pohon cemara bagi Sang Penyair, meskipun terlihat di kejauhan seperti terungkap di baris (1) yaitu /Pohon cemara dari jauh (1)/mampu memantik rasa kangen pada kekasihnya. Hal ini tersampaikan di bait (3) yaitu: /maka aku pun kangen kekasihku. (3)/ dikarenakan Sang Penyair langsung ingat pada panjang rambut kekasihnya dengan cara /membayangkan panjang rambutnya (2)/. Tokoh /nya/ lirik di sini bisa ditafsirkan sebagai kekasih Sang Penyair.

Dari Puisi 1 dan 2 di atas dapat dirasakan nikmatnya tentang begitu bersahajanya Sang Penyair dalam memilih diksi yang cenderung mengambil fenomena alam, sebagai ungkapan perasaan apa adanya pada sang kekasih. Sebagaimana alam semesta tidak pernah bosan melayani manusia, tulus dan tanpa melibatkan apa maunya.

Alam semesta selalu tunduk patuh pada hukum alam, di sisi lain justru manusia lah yang banyak maunya terhadap alam semesta. Sehingga kadang bisa menyebabkan: pikiran tidak harmoni, sikap dan tindakan sebagai Pecinta pun tidak kunjung datang.

Namun bagi Penyair WS Rendra yang masih remaja di kala itu, ternyata bisa menyadari bahwa alam semesta diantaranya melalui /rembulan bundar/, dan /Pohon cemara/ telah mengajarinya dalam memperlakukan sang kekasih dengan: sikap, pikiran, dan tindakan yang selembut temaram cahaya purnama, dan seromantis tarian daun cemara.

MEMINDAI MASA DEPAN

Seseorang termasuk remaja, ketika jatuh cinta bisa menimbulkan berbagai macam dinamika harapan, dan realita di dalam dirinya. Dinamika ini kadang terjadi perbedaan suasana kejiwaan dalam merespon fenomena tersebut [3]. Demikian juga Sang Penyair WS Rendra yang kala itu masih remaja berpotensi bisa diduga merasakan bagaimana adanya perbedaan antara realitas, dan harapan dalam hubungan kasmaran dengan kekasihnya. Hal ini bisa dirasakan di Puisi ke 3 karya dari Penyair WS Rendra, di bawah ini.

3.

Kami Berdua

Karena sekolah kami belum selesai (1)
kami berdua belum dikawinkan. (2)
Tetapi di dalam jiwa (3)
anak-cucu kami sudah banyak. (4)

Puisi ke 3 berjudul /Kami Berdua/ di atas, bagi seorang Penikmat puisi mungkin dapat menikmati bagaimana Sang Penyair menyampaikan gundah gulana dalam merespon dinamika fenomena perbedaan antara realita dan harapan.

Dinamika fenomena yang berbeda ini dapat diselesaikan dengan baik oleh Sang Penyair dengan cara ungkap yang cenderung bergaya retorika, yakni logika yang tepat, dengan argumentasi yang logis [3].

Gaya retorika yang dimaksud adalah ungkapan pada argumen penyebab di baris (1) yaitu /Karena sekolah kami belum selesai (1)/, dan pernyataan sebagai akibat di baris (2) yakni /kami berdua belum dikawinkan. (2)/. Mungkin harapannya Sang Penyair dan kekasihnya bisa dikawinkan dalam arti dinikahkan, tetapi ternyata masih belum bisa, karena sekolahnya belum selesai alias belum lulus sekolah. Namun demikian Sang Penyair berhasil menyodorkan penyelesaianberupa berdamai dengan jiwanya bahwa seolah sudah beranak cucu seperti dalam baris (3), dalam ungkapan /Tetapi di dalam jiwa (3)/, /anak-cucu kami sudah banyak.(4)/.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sang Penyair bisa mengatasi paradoks yang terjadi ketika sedang jatuh cinta, paradoks antara harapan dan kenyataan. Ada ungkapan: “Siapa pun yang bisa menyelesaikan fenomena paradoks menandakan bahwa orang tersebut adalah orang yang tangguh” [4]. Sehingga dapat dikatakan bahwa Penyair WS Rendra memang orang yang tangguh sejak di masa remaja.

WS RENDRA MEMANG SEORANG PECINTA SEJAK REMAJA

Dari giat penikmatan tiga puisi di antara karya Penyair WS Rendra di kala remaja di atas, dapat diprediksi bahwa Sang Penyair memang seorang Pecinta yang konsisten sejak di usia Remaja. Konsisten dalam memilih diksi sajaknya yang cenderung apa adanya.

Diksi-diksi sajaknya mengalir sebagaimana alam semesta mengikuti sifat alaminya, dan hampir tanpa metafora yang rumit untuk dipahami.  Kecenderungan ini bisa ditelusuri melalui jejak puisi puisi Sang Penyair di masa pasca usia remaja, dalam arti di usia dewasa sampai usia senja.

Ketika usia muda dan dewasa pun WS Rendra masih berpotensi menjadi kaum Pecinta, dalam nuansa diksi diksi yang dipilihnya tampak garang apa adanya, namun sisi sisi kelembutan seorang Pecinta masih terasa kuat. Misalnya pada satu diantara sajaknya yang berjudul /Bersatulah Pelacur Pelacur Kota Jakarta/,dari Buku Antologi Puisinya yang berjudul Blues Untuk Bonnie [5], atau pun mungkin di Puisinya yang lain.

Adapun beberapa baris sajak di puisi /Bersatulah Pelacur Pelacur Kota Jakarta/, yang beraroma makna sebagai ungkapan seorang Pecinta, dalam arti cinta pada orang orang lemah, seperti di bawah ini.

/Sesalkan mana yang mesti kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban/

Bahkan kepada mereka yang lemah ini pun dipandang oleh Sang Penyair sebagai teman, sebagaimana diungkapkan di baris di bawah ini.

/Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga/

Tentu bisa masih banyak yang perlu dikuak dari sisi penikmatan Puisi WS Rendra, terutama terkait aroma cinta pada sajak sajak Sang Penyair, yang kadang masih menyisakan misteri, dan  mengundang pendalaman lanjut.

Itulah satu diantara nikmatnya sajak sajak WS Rendra, yang bernuansa memberi aroma bahwa Sang Penyair memang seorang Pecinta.

Rumpin, 08 Maret 2024
Penulis: Kek Atek
Penikmat Puisi tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat, Indonesia.
Pegiat Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek

DAFTAR PUSTAKA

  1. Rahma Fiska, —, Kumpulan Puisi Cinta W.S Rendra Terbaik, Cek Juga Biografinya!, Gramedia Blog https://www.gramedia.com/literasi/puisi-ws-rendra/#Puisi-Puisi_Cinta_WS_Rendra
  2. Husnul Abdi, 2021, Metafora adalah Majas Perbandingan, Berikut Penjelasan dan Contohnya, LIPUTAN 6 https://www.liputan6.com/hot/read/4578428/metafora-adalah-majas-perbandingan-berikut-penjelasan-dan-contohnya?page=4
  3. Alfian Tri Laksono, 2022, Memahami Hakikat Cinta pada Hubungan Manusia: Berdasarkan Perbandingan Sudut Pandang Filsafat Cinta dan Psikologi Robert Sternberg, AQFI: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 7, No. 1, halm. 104-116
  4. I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini, Ronald Umbas, Ni Nyoman Ayu Dewi Lestari, 2020, Paradoks dalam Antologi Puisi Rupi Kaur The Sun and Her Flowers, Wanastra : Jurnal Bahasa dan Sastra, Volume 12 No. 2 September 2020, P-ISSN 2086-6151 E-ISSN 2579-3438
  5. Liputan6, 2009, Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta, LIPUTAN 6 https://www.liputan6.com/news/read/239747/quotbersatulah-pelacur-pelacur-kota-jakartaquot

 

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *