Lelaki sederhana yang biasa dipanggil kang Tohir itu mendadak menjadi terkenal, bukan karena prestasinya dalam mengolah sawah yang bertahun-tahun digeluti, tetapi dia sedang dibicarakan oleh para tetangga bahwa fotonya  terpampang di mana-mana, di koran, majalah, televisi dan beberapa tempat strategis yang mencolok sehingga mudah dilihat masyarakat umum yang sedang melintas di kawasan tersebut. Di bawah fotonya terbaca tulisan buronan polisi, beserta profil dan ukuran anatomi tubuh yang mirip kang Tohir, profil itu diduga kuat terindikasi terlibat kasus terorisme di salah satu kota besar negara tetangga. Hampir tidak ada kerabat maupun tetangga  yang percaya bahwa dia mempunyai keterlibatan dengan kasus yang dituduhkan. Setahu mereka, sehari-hari kang Tohir hanyalah buruh tani yang tidak pernah keluar jauh dari kampung halaman, apalagi sampai bisa pergi ke luar negeri, hal itu mustahil adanya. Setiap hari selalu terlihat pergi ke sawah yang tak begitu jauh dari rumahnya, sekitar sekelumit hisapan rokok mencapai setengah batang. Dari depan rumahnya berjalan menuju ke arah barat sampai bertemu perempatan jalan yang di pinggirnya ditumbuhi pagar bunga sepatu, kemudian berbelok ke kiri, kira-kira dua puluh langkah kaki lagi akan sampai di sawah garapan, tempatnya menghabiskan waktu sehari-hari.

Dia berangkat pada saat sang surya belum terbit, ketika hari masih gelap dan embun pagi masih bergelambir di bibir daun, udara terasa dingin dan cericit burung-burung berkelompok terbang menuju tempat-tempat sumber makanan.

Seperti biasa, cangkul bergantung di pundak kiri, tangan kanannya menenteng sebilah sabit, sedang tangan kirinya kadang membawa keranjang bambu yang kira-kira cukup untuk delapan buah kelapa, keranjang itu biasa  dipikul tatkala berjalan pulang untuk mewadahi potongan rumput, pakan kambing di kandang belakang rumahnya atau pun untuk wadah sayuran yang berhasil dipetik dari sepanjang pinggir pematang yang dia tanami tomat, bayam, cabe dan terong.

Sambil berjalan dengan kaki telanjang, bibirnya sesekali mengeluarkan senandung gumam yang tidak terlalu jelas apa yang didendangkan, puji-pujian pada Yang Maha Kuasa atau lagu untuk orang dewasa.

Memang semestinya kang Tohir sudah layak berkeluarga dan paling tidak mempunyai anak seusia es de kelas tiga, seperti rekan-rekan seangkatannya waktu masih belajar mengaji di surau pak Haji Diman.

Kata tetangganya, kemarin ada sekelompok orang sedang mencari rumah kang Tohir, rata-rata berbadan tegap dan bertampang sangar, namun masih berperilaku sopan. Mereka mampir di surau pak Haji Diman menanyakan seputar kegiatan kang Tohir sehari-hari, dimana rumahnya, siapa saja keluarga dan teman akrabnya.

Oleh pak Haji Diman dianjurkan untuk datang langsung ke rumah kang Tohir atau mampir ke rumah pak er te, mereka hanya mengiyakan, tetapi tidak diketahui pasti, apakah jadi ke sana atau tidak.

Sudah tiga bulan ini kampung kang Tohir sering didatangi orang-orang tidak dikenal, biasanya mereka mampir di surau pak Haji Diman untuk solat asar maupun solat yang lain. Sebenarnya memang untuk keperluan solat atau sekedar menghilangkan kecurigaan warga, tidak ada yang tahu.

Kadang ada juga yang singgah di warung bu Dewi, di pojok timur berhadapan arah dengan rumah kang Tohir, minum kopi berlama-lama sambil matanya tidak lepas-lepas menatap ke arah rumah kang Tohir, entah apa yang sedang diperhatikan, tidak ada yang tahu. Apalagi setelah lelaki lajang itu menjadi buah gosip tetangga akibat foto dengan identitas profil yang mirip dirinya terpampang di mana-mana, semakin banyak saja orang tak diundang, hadir mencari tahu aktifitas kang Tohir. Bersamaan dengan berita itu mendadak kang Tohir menjadi terkenal dan tak lama kemudian keberadaannya lenyap tidak ada yang tahu, seperti amblas ditelan oleh pusaran air deras di tengah sungai, tak diketahui akan muncul ke permukaan di sebelah mana.

Kelenyapan kang Tohir, menimbulkan berbagai macam prasangka yang diungkapkan oleh tetangga, ada yang bilang dia pergi ke rumah orang tuanya, ada juga yang bilang dia diculik, dan tidak sedikit yang bilang bahwa aparat telah menangkapnya, dan lain-lain, terasa kampung yang tadinya tenang itu menjadi penuh gosip tentang hubungan kang Tohir dengan foto yang mirip dengan profil dirinya, jangan-jangan identitas foto itu, memang kang Tohir adanya.

Dari berita tivi dan koran diketahui bahwa negara tetangga telah menjadi korban terorisme, seratus enam puluh satu orang meninggal dunia, lima puluh orang luka parah dan beberapa orang luka ringan. Hasil investigasi aparat keamanan dan ahli forensik bahan peledak yang telah melakukan penelitian selama sebulan penuh di tempat kejadian perkara, disimpulkan bahwa ledakan dahsyat yang bisa meluluh lantakkan gedung perkantoran sepuluh lantai dan menimbulkan korban dengan bekas luka bakar yang sangat akut dalam waktu yang sangat singkat, dapat dipastikan bahwa bahan peledak yang digunakan adalah sifor (C-4) bahan peledak yang mempunyai efek ledakan dan panas yang amat dasyat, dan biasa digunakan oleh kalangan militer. Bahan peledak ini mengandung formula development X ( RDX ), pentaerytritol tetranitrate ( PETN ), dan  trinitrotoluene ( TNT ).  

Namun ada juga berita yang mengatakan bahwa bahan peledaknya bukan C-4 tetapi jenis peledak mikronuklir. Terlepas dari kebenaran berita tersebut, negara tetangga yang menjadi korban terorisme, segera menyebar luaskan indentitas tersangka yang berhasil direkam oleh kamera pengintai yang terpasang di salah satu perkantoran di seberang jalan lokasi ledakan yang hancur, meski kualitas gambarnya tidak terlalu baik, tetapi masih dapat memberikan informasi dugaan pelaku atau pengunjung yang dicurigai melakukan kegiatan teror bom tersebut.

Tak seberapa lama identitas itu sampai di kampung kang Tohir. Tentu informasi penyebarannya, mengundang banyak peminat untuk ikut serta melacak keberadaannya, dan secepatnya menangkap sang pelaku, karena di bawah foto itu, dijanjikan imbalan yang menggiurkan bagi siapa pun yang berhasil menangkap pelaku hidup-hidup. Dari aparat keamanan, masyarakat biasa, sampai dengan komunitas tertentu juga berusaha memburunya. Aparat keamanan dan masyarakat biasa ikut serta dalam hajat perburuan ini, dengan motiv demi keamanan maupun demi hadiah yang dijanjikan. Sedangkan komunitas tertentu ada yang  bermotiv lain, ingin menjualnya pada pemesan dengan imbalan yang sangat jauh menggiurkan nilai uangnya dari pada janji resmi yang disampaikan.

Memang ada rumor bahwa bahan C-4 maupun mikronuklir sedang diperrebutkan oleh beberapa negara yang bertikai, baik untuk penelitian perancangan bahan peledak maupun untuk pembuatan hulu ledak secara sembunyi-sembunyi.

Demikian juga para produsen senjata di pasar gelap, yang merasa kesulitan untuk mendapatkan bahan maupun tenaga ahli. Pengumuman pelaku pengeboman itu menjadi daya tarik tersendiri untuk segera menangkap pelakunya, agar terbuka akses jejaring demi mendapatkan C-4 dan mikronuklir beserta pakarnya.

Setelah setahun tidak pulang kampung, tetangga kang Tohir menduga bahwa dia sudah ditangkap aparat keamanan, dan memang ada berita yang tidak jelas sumbernya bahwa dia telah dihukum mati secara diam-diam. Rumah kang Tohir yang biasanya rapi dan bersih meski sangat sederhana. Kini ditumbuhi rerumputan liar, dan ilalang hampir memenuhi halaman rumahnya, beberapa laba-laba bersarang di tiap pojok atap, dan beberapa kelelawar sesekali keluar dari sela-sela genteng rumahnya. Kandang kambing di halaman belakang, sudah tidak terisi, entah siapa yang telah  mengambil kambing milik kang Tohir. Rumah itu sepi tak lagi berpenghuni.

Namun malam itu ada bayangan berkelebat memutari rumah kang Tohir. Suasana gerimis yang tak kunjung reda mulai kemarin sore membuat penduduk di kampung itu banyak yang memilih segera tidur dari pada keluar rumah, sehingga bayangan itu dapat leluasa mendekati kediaman kang Tohir yang memang tidak berpenghuni. Jika diperhatikan dari dekat, sosok ini tidak terlalu mencurigakan, karena hanya seorang diri mengitari dan memeriksa lingkungan rumah.

Seperti agak terburu-buru dia masuk ke dalam rumah dengan aman, lalu duduk tepekur di atas ranjang bambu yang baru saja dibersihkan sekenanya, sambil sesekali kepala didongakkan ke atap rumah, layaknya sedang menghitung atau memeriksa kondisi genteng, jangan-jangan ada yang bocor. Setelah dirasa capek, ditaruhnya dagu di atas jemari tangan dan bertopang siku di paha kanannya. Sementara itu dari luar masih terdengar rintik gerimis yang ditingkahi suara nyanyian kodok bersautan dan kadang-kadang angin malam berhembus kencang seperti ingin mengabarkan suatu berita penting pada lelaki yang berada di rumah kang Tohir, atau pun berusaha ingin menyibak peristiwa tragis yang pernah dialaminya.

Tiba-tiba lelaki itu disekap oleh orang tak dikenal dan dimasukkan ke dalam mobil, tatkala gerimis sudah berubah menjadi hujan lebat sambil sesekali gelegar petir menyuarakan keperkasaannya dari angkasa raya. Di dalam mobil sudah menunggu empat orang, dua duduk di depan termasuk sopir, dan dua lagi duduk di jok belakang. Jok tengah ditempati lelaki itu dan penyekapnya. Lamat-lamat terdengar suara yang berasal dari orang yang duduk di samping lelaki itu.

“Oke, Mutiara sudah di tangan, menunggu perintah lanjut.”
“Cepat berangkat, bungkus yang rapi!”
“Baik ndan, jangan kuatir, dia tidak mengenal kita.”

Lelaki itu segera diborgol kedua tangannya, kepala dibungkus kain hitam, dan mulut sudah terisolasi dengan lakban. Dia tidak berkutik sama sekali, dan tidak tahu akan dibawa ke mana. Pelan-pelan mobil itu menerobos guyuran hujan yang semakin lebat, seperti hendak menyampaikan peristiwa malam itu kepada orang-orang yang sedang terlelap di rumah masing-masing sambil menahan dinginnya malam.

Setelah pantat terasa panas karena duduk di jok mobil terlalu lama, lelaki itu diturunkan di sebuah rumah yang mempunyai halaman sangat luas, di sekililingnya pagar beton yang cukup tinggi sekitar dua kali tubuh orang dewasa.

“Masukkan kamar, beri makan minum secukupnya, besok pagi kita akan cari tahu.”

Terdengar perintah sedikit bergema, ditimpa rintihan hujan yang mulai mereda. Entah sudah berapa lama lelaki itu tidak pernah melihat matahari terbit dan terbenam. Meski kini tidak lagi terborgol tangannya, namun pembungkus kepala masih dikenakan dan dia tidak berani membukanya, karena dilarang oleh orang yang selalu mendampingi kemana pun dia diperlukan oleh orang yang mencari tahu tentang dirinya. Berbagai macam perlakuan telah di terimanya, dari makan minum enak, ditawari tidur dengan perempuan, harta, uang dan dijanjikan menjadi orang terhormat telah disodorkan kepadanya, sampai dengan siksaan yang sangat mengerikan untuk ukuran manusia normal pada umumnya.

Lelaki itu diminta mengaku bahwa dia memang pelaku dan pakar dalam rancang bangun peledak berbahan C-4 atau pun mikronuklir. Ternyata orang-orang yang mencari tahu itu tidak berhasil memenuhi keinginan mereka.

Lelaki itu hanya diam saja sambil sesekali menundukkan pandangan, terlihat seperti orang bego yang seolah tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain. Setelah sekian lama disekap, suatu malam dia dimasukkan ke dalam mobil boks dan dibawa pergi, entah kemana dia tidak tahu. Kendaraan melaju cepat, suasana terasa sepi seolah hanya sendirian menyusuri jalanan tanpa terdengar suara klakson maupun deru mobil yang lain. Kepala lelaki itu masih dibungkus kain hitam, lamat-lamat dia mendengar obrolan perlahan setengah berbisik dari dua lelaki yang  duduk di depan.

“Bos … gimana nech, kita apakan dia.”
“Percuma, rugi kita, sudah kasih makan minum selama setahun, tak ada hasilnya.”
“ Iya bos, percuma yach, kita tidak dapat apa-apa, salah orang kali bos.”
“Lha kamu gimana, benar dia atau bukan sech.”
“ Menurut data polisi, dia orangnya, tidak salah bos.”
“Terus yang ditembak mati polisi karena melawan, seminggu yang lalu siapa?”
“Iya … siapa ya bos?”
“Yang ditembak itu memang pelakunya, bukan lelaki yang di belakang kita, dasar kalian seperti siput saja … kalah cepat sama polisi!”
“Terus … kita apakan dia bos?”
“Terserah kalian sajalah, saya udah capek, hadiah bos besar jadi lepas nech …”
“Iya ya bos …”
“Dari tadi iya iya melulu, perlu kamu tahu yach … pesanan senjata C-4 dan mikronuklir sedang ramai nech … kalau seandainya benar dia orangnya, wach … kita akan kuasai jaringan dan peredaran senjata itu.”
“Wach kita hebat ya bos …..”
“Hebat gimana, yang kita tangkap malah buruh tani, sudah sana, rapikan saja dech.”
“ Siap bos, kita laksanakan!”

Deru mobil masih terdengar sendirian dan hari semakin senyap, sebentar kemudian terasa mulai memasuki jalanan yang tidak lagi rata, barangkali jalan makadam yang hanya ditimbuni bebatuan dan belum juga diaspal.

Sambil merangkak lelaki itu berusaha melepaskan tali di tangannya yang memang tidak terikat terlalu kencang, sambil membuka pembungkus kepala yang sudah lama menemaninya. Tertatih-tatih berjalan, terlihat terhuyung hampir jatuh menjaga keseimbangan, setelah sekian lama diturunkan dari mobil boks yang meninggalkannya tanpa pesan apa pun, di dekat perkebunan karet yang masih gelap dan ditingkahi kucuran hujan serta petir yang menggelegar.

Lelaki itu terus saja berjalan menembus kilatan cahaya yang seolah menjadi petunjuk jalan menuju suatu tempat berteduh, dan akhirnya sampailah di sebuah rumah kosong yang terlihat tak terurus dan ditinggal pergi begitu saja oleh penghuninya.

Keesokan hari ketika orang-orang pulang dari belanja di pasar, bayang-bayang matahari mulai mendekati tinggi benda aslinya, terlihat beberapa orang berkerumun di rumah kang Tohir. Di situ terlihat pak Haji Diman beserta pak er te dan beberapa orang tetangganya sedang memandikan jenazah yang sebelumnya telah diperiksa polisi. Dari mulut jenazah itu masih terlihat bekas busa dan muntahan isi perut yang mulai dibersihkan. Selepas dimakamkan, terlihat bu Dewi duduk menyendiri di warungnya yang masih tutup, tidak berjualan pada hari itu, seperti sedang menerawang jauh.

Mbak, mohon do’anya ya … tiga hari lagi adikmu akan pergi ke negeri tetangga.”
 
“Ya … hati-hati, jangan macam-macam di negeri orang. Habis pekerjaanya langsung pulang, jangan lama-lama di sana, di sini tidak ada yang kasih makan kambingmu.”

Hanya kata-kata itu yang masih terngiang di benak bu Dewi, kakak kandung kang Tohir satu-satunya.

Rumpin, 17 Maret 2009

Kek Atek, kadang dipanggilnya Man Atek. Pegiat Komunitas Dapoer Sastra Tjisaoek. Tinggal di Rumpin, Kab. Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Keterangan :
C-4 merupakan bahan peledak kombinasi kimia dari hasil emulsi atau campuran amonium nitrat, aluminium, dan sulfur dalam bentuk formula development X ( RDX ), pentaerytritol tetranitrate            ( PETN ), dan  trinitrotoluene ( TNT ). Bahan peledak ini berdaya ledak tinggi dan menghasilkan panas yang hebat.

*Cerpen di atas, pernah diunggah di medsos sebelumnya.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *