Puisi dan peristiwa sangat erat ikatannya. Mengapa demikian, sebab pada proses penulisan puisi tidak lepas dari kegelisan penyairnya yang terhubung pada indra, satu di antaranya kegelisahan yang dilihat, bisa juga didengar. Peristiwa-peristiwa itu ditulis oleh dengan kata, dan bahasa-bahasa simbol sehingga menimbulkan bahasa yang metaforik. Itulah puisi, beberapanya ada pada puisi-puisi yang tayang kali ini. Selamat membaca. (redaksi).

RITUS LAUT MEMPAWAH
: Robo Robo

Rabu tiba di ujung Safar
orang orang menyusun bahagia
di garis pantai yang tak tercium air
pucuk pucuk kembang gugur dari genggaman
diseberangkan ombak ke tubuh laut, bermain main dengan angin,
menjelma doa paling dingin

segala petaka diharapkan mengabur
seperti kabut membungkus pagi
menghilang disapu waktu
meski serak tangis tetap diasuh sepanjang malam
bernadakan ayat ayat permohonan

setelah berlari ke laut
menitipkan segala derita
jembatan adalah panggung terbuka
menerima sejarah setiap musim
melalui sampan yang saling beradu sama lain
tembang tembang salawat mekar, diiringi beduk yang menggelegar
menambah kobaran api di dada

seperti menanti senja
mendung di kepala berubah warna
ketentraman menjadi bait bait rindu
melerai pikiran yang saling berseteru

Kuala Dua, 2021

SECANGKIR GELAS

Dan kini
secangkir gelasku terisi rupa-rupa air
tuangan dari tangamu
yang lenyap dari bayanganku

sungguh ambyar
kata-kataku mati di daun telingamu
aku memungut luka
di batinmu yang busuk
lewat indah wajahmu

yang kau pahami dari secangkir gelas
hanyalah keinginanmu untuk meretakkannya;
hingga pecah
pun bening air yang kau aliri tubuhku selama ini
membuat hari-hariku tenggelam
dalam sunyi yang merdu

Kuala Dua, 2021

SETELAH KEHILANGAN
: Hafidah

Pada selembar malam
bibirmu menyalakan api, Hafidah
membakar menara cinta
yang purba kususun saban harinya

Apa yang mesti digenggam?
barangkali puing harapan
berserakan di ranjang pesakitan
hingga mengerubungi kesepian tubuh

Di rahim sunyi
doa-doa seperti lampu
mencoba menerangi sempit dadamu, Hafidah
entah hanya sekejap
atau selamanya gelap

Namun kata-katamu semakin membeku
tiada lagi mengusung cinta
dan kepedihan semakin kuat kukulum

Kuala Dua, 2021

DARI ARAH JENDELA

Dari arah jendela
surga terhampar di kaki bukit
dihinggapi burung burung
disapa lembut angin yang dibasahi rerintik hujan
kubayangkan bagaimana doa doa mengakar
dari mulut kemiskinan
yang menampung harapan di tangkai tangkai padi yang gemulai

Kuala Dua, 2021

Sholikin, lahir 23 Juni di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Suka menulis puisi dan Cerpen. Puisi-puisinya pernah dimuat di berbagai media daring dan cetak seperti: Radar Cirebon, Pontianak Post, BMR FOX, PuisiPedia, Ma’arif NU Jateng, Rembukan, Metafor.id KamiAnakPantai. Serta Antologi bersama: “Merindu Indonesia” (berita esok hari), “Para Penuai Makna” (Dapur Sastra Jakarta). Sekarang aktif di Kelas Puisi Bekasi (KPB) dan Kelas Menulis Daring (KMD).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *