WASIAT BUMI KEPADA TUNAS

Nak,
Jika matahari tak lagi menyiram ragaku
Dan angin berlalu begitu saja tanpa menyapa tubuhku,
Maka biarkan cintamu abadi
Memberi ketenangan diri

Nak,
Jika hujan tak lagi gemeresik di telinga
Dan embun hanya membasahi ilalang pusara,
Tetaplah tumbuh, bertunas dan berbunga
Hingga semerbakmu selalu tercium di sana

Nak,
Jika kemarau panjang tiba
Dan tanahku tandus tak kentara,
Maka basahilah dengan doa-doa

Nak,
Jika rindumu sederas air mataku
Dan lelah kakimu penuh beban pilu
Datanglah nak,
Dekapku masih setegar yang dulu
Meski tampak semu.

Sumenep, 28 Oktober 2022

SAJAK AKHIR ZAMAN

Sebelum bumi tutup usia
Sudahkah kita memutar diri di depan kaca?
Menilai jejak yang sempat berpijak
Menata langkah serta mencari arah.
Kawan,
Bumi kita haus dan kelaparan
Tubuhnya gemetar meniti jalan
Sudahkah kita dulang dengan amal kebajikan?
Lihatlah,
Gunung-gunung erupsi
Lahar panas tumpah dari perut bumi
Miskinkah zikir kita kepada Ilahi?
Banjir bandang memakan banyak korban
Laut muntah hingga mengusik daratan
Menenggelamkan ribuan bangunan
Tidakkah kita tambak dengan mengikis maksiat kepada tuhan?
Pandemi dengan berbagai penyakit  menyerang
Rumah sakit sesak penuh ketakutan
Anak kecil pun menjadi korban.
Sudah cukupkah sedekah kita untuk melawan?
Kawan,
Sirene kehidupan sebentar lagi akan didentingkan
Sudah siapkah bekal kita menuju keabadian?

Sumenep, 29 Oktober 2022

PUSARA ASMARALOKA

Antara rindu dan temu yang bermuara di matamu
Membelenggu sajakku di relung pilu
Namamu berada di sepanjang deretan bir dan anggur
Menelanjangi mimpiku yang kini sudah terkubur

Aroma tubuhmu semerbak di taman
Bercampur wangi mawar yang layu dalam dekapan
Melekat dalam jiwa yang pekat
Menyiksa ingat yang tak henti tertambat

Ketika secercah embun berhenti membasahi pagi
Dan senyummu menetap dalam peti mati
Tahulah, bahwa riak senja telah mengepung diri
Dan menenggelamkanku bersama jejak matahari

Engkau adalah bias purnama
Yang redup setelah duka gerhana
Kunang-kunang telah membawamu bersama jantungku dengan sayapnya
Sedang seluruh jiwaku tertinggal bersama luka

Sumenep, 30 Oktober 2022

ELEGI SEBUAH NAMA

Ketika angin menyebar kabar duka
Dan jiwaku berkabung dalam kepahitan yang mendera
Tuhan mengambilmu dariku dengan paksa
Dan membiarkan batin tersiksa

Malam penuh ketakutan
Bayangmu tak henti berpendar dalam ingatan
Air mata membanjiri gulita tanpa enggan
Mencekik langkahku yang hilang arah tujuan

Di malam yang penuh gemintang
Lalu suram mencekam
Keindahan tampak rabun
Rasaku mati tertimbun

Engkau yang abadi dalam hati
Namamu dalam doaku selalu terpatri.

Sumenep, 31 Oktober 2022

BUTIRAN DEBU

Roda waktu penuh gelisah
Meminang sayap cinta yang telah patah
Luruh jiwaku penuh pasrah
Membiarkan lorong berliku memenuhi sebuah kisah

Jika kau bertanya tentang rasa yang tinggal seiris
Mengendap di palung hati, terkikis
Lelah diri mengepung tangis
Menjarah segalanya menjadi pupus

Mengapa engkau membiarkanku tergugu di gurun sahara
Mendera kemarau yang membunuh irama cinta
Bersama luka engkau enyah tanpa sisa rasa
Terbang menjadi butiran debu yang mengendap di tangkai cemara

Maafkan daku,
Jika tak kau temukan lagi rindu
Bahkan yang terselip di pangkuan semu

Sumenep, 1 November 2022

Iin Muthmainnah, yang lahir di Sumenep pulau garam Madura pada tanggal 10 September 2000. Adalah alumni PP. AGUNG DAMAR dengan banyak mimpi. Mulai mencintai dunia literasi sejak kelas 5 SD

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *