Puisi, kerap kali hadir dari lingkungan sekitar atau dari dalam perasaan penulisnya. Meskipun terkesan subjektif, tetapi puisi memiliki kekuatan makna untuk ditafsirmaknai sebagai bagian dari kegelisahan publik. Misalkan pada puisi-puisi di bawah ini; puisi-puisi yang mengungkapkan tema dalam kehidupan penulisnya. Berbicara tentang ibu, waktu dan peristiwa-peristiwa yang dilalui dapat mewakilkan perasaan orang lain, khususnya keluarga, apalagi dia sedang berada di perantauan. Selamat Membaca.

Pertengkaran Dua Uban

ada yang selalu bertengkar di atas kepalaku
tiap hari tak henti berdebat hebat
bahkan saat mataku lelap atau saat buang hajat.
kutu yang dikutuk menjadi vampir
sisir yang suka tersangkut akar rambut
pita, bunga bahkan kupu-kupu yang terjepit
itu pun tak mampu melerai.

ingin sesekali meminjam mata cermin
atau mata lain untuk sekedar mengintip
bagian atas kepalaku yang mirip
talk show indonesia lawyer club
namun tak satu pun sanggup mencuri rekam.

tak pernah sepakat tentang bilangan usia
entah berapa jemari telah mereka kelabui
tak ada yang tahu pasti
lalu mereka berpaling
satu bertanya pada mata hari
tajam tatapnya seketika memucat pasi
lainnya mencari jawab pada air mata
gerimisnya membilas hingga putih.

sementara almanak tua
menyimpan setiap perhitungan
selalu terkantuk-kantuk dan mulai pelupa
gemetar tangan menjatuhkan
setiap tanggal yang digenggam.

lalu berselisih tentang siapa
yang lebih dahulu lahir
mereka pun menjauh
salah satu mengaku telah tersemai musim
sejak dari rahim
makin dalam mengakar
erat mencengkeram kepala tenggat
sementara yang lain yakin telah jauh terselip
di antara tarikh
rela tersangkut sisir
luruh menjemput takdir.

Tuban, 020322

Uban Ibu

usia mulai reda
cahaya berjatuhan
dari pohon-pohon rambutmu
yang ranggas oleh cuaca.
akar-akar tuanya menghujam
kepala jauh ke dalam
mencari mata air
yang kerap mengalir
dari mata yang jarang terpejam
di penghujung malam.

cahaya yang tak silau oleh pagi
saat selalu kusisir dan kususuri
belahan yang tak berujung
dan tak menuju kemana pun.
selalu membuatku tersesat
berputar dan kembali ke pusar
rambutmu.
namun menjadi tempat
paling aman untukku
sembunyi dari bermain petak
umpet dengan masa kanak-kanak.

dan suatu hari kelak
cahaya yang tak padam itu
pun berjatuhan di kepalaku
yang kan menuntunku menyusuri
usia yang mulai reda.

Karawang, 2022

Bedug

pukullah kepalaku!
sampai terbelalak kelopak mata
dalam membaca setiap jejak dan tanda.
pukullah sampai gendang telinga
yang pekak ini sanggup mendengar setiap ratap
menerka setiap tatap
meski masih saja batin berpura-pura
tersentuh getar muadzin.

tabuhlah tubuh tambunku!
agar lambung yang kosong ini peka
merasa setiap puasa
yang tak tahu kapan berbuka
meraba setiap lapar
yang menjadi kekuatan sabar.
tabuhlah hingga tubuh
yang hanya berapa telapak
ini mampu melipat kuatnya jarak
dalam menyerumu.

pukullah!
dan aku akan membisikanmu
rahasia waktu.

Karawang, 2014

Winarni Dwi Lestari, lahir di Tuban, kini tinggal di Karawang, Jawa Barat.  Saat ini menekuni usaha property.  Studi terakhir Sarjana Univ Telkom.  Puisi pernah dimuat di media cetak maupun online. Pecinta puisi dan masih terus belajar menulis puisi.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Terima kasih kepada tim Editor atas pemuatannya, semoga Mbludus.com terus berkembang dan tetap menjadi media para penulis mengembangkan diri