Segala kata bisa bermakna. Bahkan mampu menimbulkan efek dentuman rasa dan logika. Betapa tidak di tangan Penyair Lasinta, Kata kata yang serasa di ranah sajak masih malu malu pikir, justru ditampilkan dengan tegas, lugas, dan sangat ilmiah dengan aroma rasa penuh gairah, untuk menyalami misteri yang tersembunyi di balik kata. Padahal besutan kata katanya adalah Puisi. Bukan karya ilmiah. Di sinilah ungkapan ungkapan paradoknya berhasil diuntai dan  dipersembahkan dalam bait demi bait, serasa mengajak pembaca berselancar kata, memadukan logika dan rasa, ranah ilmiah dan seni menjadi satu bingkai Puisi. Penyair mencoba berusaha mengungkapkan kata yang tidak biasa. (redaksi).

[iklan]

Penembak Misterius

mencari mungil proyektil serupa main petak umpet
ia anak bandel pelanggar peraturan agar kian ribet
dilarang sudah jangan sembunyi jauh dari derap
tapi masih saja tak mengindahkan deru ucap

yang namanya mencelat terserah kemana berlabuh
lagipula tak lebih kami tukang pencari atau pesuruh
pikiran hanya berisi tekad bagaimana menemukan
sebelum angin gemuk berkeliaran, terlebih hujan

bila bertemu, panggung takkan tuntas sampai di situ
tak ada sidik jari tertinggal sebagai bukti jerat pelaku
kecuali dada berlumur darah, bermukimnya peluru
bermula selongsong kaliber, tipe senjata api diburu

uji balistik tanpa penembak misterius sebagai pemeran
serupa menonton film dengan semua aktor figuran
hanya mengkaji sifat gerakan serta efek dari proyektil
belum ada tersangka, sementara ia yang jadi wakil

sedikit bukti sama halnya dengan janjijanji
tak pasti kapan musti ditepati
 
tekun-rajinlah kami membaca kisah perihal korban
sebening-bening dari keluarga hingga mitra terdekat
rekan terjauh pun tak menutup pula kemungkinan
alur peristiwa manapun terkadang saling terikat

ini semacam kisah dengan plot terbuka
setiap pengisah berhak bercerita sekehendaknya

saban hari bahkan sampai berbulanbulan,
menonton film serial sepenggal demi sepenggal
tak ubahnya memasang puzzle maha membingungkan
belum lagi, tak setiap hari tayangan berlangsung normal

yang bertahan tentu niat paling bandel lagi bebal
semakin misterius, semakin nikmat untuk dikuak
sama halnya mengupas buah durian berkulit tebal
mengejar isi mungil dengan keyakinan bakal enak

Surakarta, 2019

Tabrak Lari

kuda besi itu kini telah mencapai ambang batas
semenjak roda depannya remuk nyaris terlepas
di sekelilingnya serpihan kaca rata menghambur
sejenak peristiwa datang bergegas kabur

kami berangkat dari mata yang paling buta
pengisah tak tuntas merunutkan kronologi cerita
benturan saat mikail belum usai membagi embun pagi
selebihnya saksi gelenggeleng kepala sesekali bergidik ngeri

berharihari meratapi kelam aspal lingkar garis polisi
seperti menghabiskan bercangkir kopi tapi nihil imajinasi
tak banyak bantuan saksi, apalagi hanya ada satu cctv
dengan debu dan sarang labalaba yang lama saling memahami

ini bukan serial mengupas makhluk misterius haus darah
jalan raya tak mudah dibaca seperti merunut alur silsilah
bukan mengejar residivis, biang kerok, atau peniup gerah
dari gurat wajah angkuh, sampai tak kenal delik salah

membaca rongsokan terlintas kendaraan roda banyak
menepikan berkolong tinggi, gegas kami menebak
jenis beserta merk adalah variabel pelebar jarak
tak lekas terkuak sama halnya merestui raibnya jejak

memilih kabur barangkali baginya jadi jalan terbaik
bilamana ia justru diburu seperti halnya suara jangkrik
kekhilafan yang lahir tanpa adanya perencanaan
terkadang bisa melahirkan beragam jenis keputusan

mencari bukti kunci yang hanya lempengan besi
lebih rumit ketimbang mencari jarum di tumpukan jerami
usaha tak lelah, bukan berarti bebas dari gelagat pasrah
semoga pelaku mudah berjodoh dengan rasa bersalah

Surakarta, 2019

Tugas Belajar

maka telah sampailah aku pada setiap mula
ritual sebelum menasbihkan ijazah sebagai senjata
usai khatam menyadari ilmu demikian cekaknya
secekak doa yang terhapal di luar kepala

sementara belajar lagi tentang ilmu mekanika
menguatkan fondasi sebagaimana seorang perekayasa
sebab sarjana tak ubahnya guru biologi tanpa alat peraga
sebelum aku menjadi kulit yang lupa akan kacangnya

ini adalah masa dimana bertapa musti turun ke kota
sebab desa hanya kaya dengan ilmu “konon, katanya.”

alih-alih mengantar ke luar angkasa ini mimpi
sepasang kaki telanjur mencintai gravitasi bumi
seperti tak mau lepas dari riwayat tubuh yang asali

maka aku mengucap niat tak ubahnya pesawat ulang alik
datang dan pulang senantiasa mengucap tabik
 
Surakarta, 2019

puisi bebas

Lasinta Ari Nendra Wibawa lahir di Sukoharjo, 28 Januari 1988. Menulis beragam jenis tulisan. Karyanya pernah dimuat di 95 media massa lokal, nasional, dan internasional serta meraih puluhan penghargaan.  Buku kumpulan puisinya yang berjudul Alpha Centauri (Shell, 2012) menjadi referensi di University of Washington Libraries (Seattle, USA) dan Library of Congress (Washington, USA). Buku kumpulan puisi lainnya berjudul Merintis Gerimis (Mujahid Press, 2015) dan Pelajaran Kincir Angin (Buku Katta, 2017)-yang merupakan buku duet bersama Kinanthi Anggraini. Namanya masuk dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017). Alumnus Magister Teknik Mesin UNS dengan predikat Cumlaude ini kini bekerja di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *