PATUNG SIGALE GALE

Sigale-gale, adalah sebuah patung kayu setinggi manusia yang mempunyai nilai mistis bagi masyarakat pulau  Samosir di tengah danau Toba. Boneka yang berpenampilan rapi ini dengan busana khas Batak dan ulos, kini menjadi atraksi wisata yang cukup menarik. Konon kabarnya, boneka Sigale-gale ini bisa menangis dan  menari tor-tor tanpa iringan musik. Cerita yang berkembang dari mulut ke mulut, mengabarkan bahwa siapapun yang membuat patung Sigale-gale, ia akan meninggal dunia begitu patung selesai dibuat. Karena itu untuk tetap menjaga budaya leluhur serta patung Sigale-gale tidak hilang dalam perkembangan jaman, pembuatannya dilakukan oleh beberapa orang  secara terpisah. Ada yang mengerjakan bagian tangan, kaki, badan, atau kepala saja. Dengan pembuatan yang seperti ini maka tidak ada tumbal atau korban yang jatuh.

[iklan]

Patung ini, pada mulanya, dibuat untuk digunakan dalam upacara kematian keluarga di daerah Samosir. Tarian Sigale-gale dipercaya oleh warga setempat dapat mengantarkan arwah mendiang ke alam baka.

Pada mulanya, Sigale gale muncul di daerah Toba-Holbung, Tapanuli Utara, kemudian menyebar ke Pulau Samosir yang letaknya di tengah-tengah Danau Toba. Di pulau Samosir patung Sigale-gale mempunyai sebutan Raja Raja Manggale, dan dipergunakan pada upacara-upacara kematian, khusus untuk orang yang meninggal tanpa mempunyai anak atau tanpa meninggalkan keturunan karena semua anaknya telah tiada. Upacara ini biasanya diselenggarakan bilamana orang yang meninggal itu mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat atau tokoh masyarakat yang dihormati. Upacara dilakukan dengan maksud untuk menyambung keturunan mereka kelak di alam baka.

Pada masyarakat Batak Toba, apabila seseorang yang mempunyai kedudukan meninggal dunia dan ia tidak mempunyai keturunan maka dipandang rendah dan tidak membawa kebaikan. Oleh karena itu, kekayaan yang ditinggalkannya akan dihabiskan untuk mengadakan upacara Sigale-gale bagi orang yang meninggal tersebut. Orang lain tidak akan berani mengambil harta benda miliknya, karena takut tertular atau meninggal seperti pemiliknya.

Suku Batak Toba memuliakan roh nenek moyang dan keturunan orang yang meninggalnya melakukan upacara pemakaman. Jika seseorang meninggal tanpa keturunan, Sigale-gale kemudian dibuat sebagai penggantinya.  Ritual upacara yang dilakukan adalah sambil meratap, mereka menari-nari selama upacara pemakaman yang disebut papurpur sepata. Upacara tersebut dilakukan dalam rangka mengusir petaka oleh sebab meninggal tanpa memiliki keturunan, dan untuk menenangkan roh mendiang agar arwahnya tidak penasaran.

Mengenai asal usul patung Sigale-gale ini, di masyarakat pulau Samosir ada beberapa pendapat yang berbeda. Ada yang menganggap itu hanya cerita turun temurun, dan sesungguhnya tak pernah ada. Ada juga yang meyakini kalau Sigale-gale ini pertama dibuat oleh Raja Gayus Rumahorbo dari desa Garoga.  Sigale-gale pertama dibuat oleh Raja Gayus pada tahun 1930, dan pernah dimainkan oleh dalang legendaris bernama Raja Gayus Rumahorbo dari Kampung Garoga Tomok. Raja Gayus dikenal mampu membuat patung Sigale-gale bisa mengeluarkan air mata dan punya kemampuan mengusapkan ulos (kain tenunan Batak) yang disandangkan sebelumnya di bahu sang boneka kayu.

Kisah lain tentang asal mula Sigale-gale ini adalah cerita tentang seorang raja dan putra kesayangannya. Sigale gale merupakan boneka kayu yang dibuat untuk membahagiakan Raja Rahat, raja dari salah satu kerajaan di Pulau Samosir.

Konon ceritanya, Raja Rahat memimpin negeri dengan bijaksana. Namun sayangnya, istri Raja sudah lama meninggal dunia. Raja hanya punya seorang anak lelaki, bernama Manggale. Manggale sangat dihormati dan disegani seluruh rakyat di negeri itu karena ketangkasannya berperang. Ia sangat menjunjung tinggi kebenaran. Sama seperti sang Raja, ayahnya, Manggale pun sangat mencintai rakyatnya.

Ketenteraman di negeri itu terusik ketika suatu hari prajurit membawa berita bahwa di hutan perbatasan berkumpul prajurit negeri tetangga. Prajurit negeri tetangga hendak menyerang, menjarah harta kekayaan yang ada di negeri itu. Tentu saja Raja tidak tinggal diam mendengar kabar itu. Raja mengumpulkan semua penasihat, juga Manggale selaku panglima perang. Setelah semua dipersiapkan, maka berangkatlah Manggale bersama prajurit terbaiknya.

Selama Manggale dan prajurit pergi berperang, hati Raja tidak tenang. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa anak kesayangannya. Sampai kemudian, sebagian prajurit pulang. Tidak ada Manggale di antara mereka. Manggale tewas di medan pertempuran. Raja sangat sedih. Anak kebanggaannya, pewaris kerajaan, telah meninggal dunia. Seluruh rakyat juga turut berduka dan merasa kehilangan.

Akhirnya, oleh sebab sedih yang berlarut-larut, sang Raja jatuh sakit. Para penasihat Raja sudah berusaha  untuk  memanggil para Datu kerajaan, tetapi tidak ada yang mampu menyembuhkan Raja. Seorang datu memberi saran pada penasihat kerajaan untuk membuat patung kayu yang wajahnya sangat mirip dengan wajah Manggale. Saran diikuti, maka dipanggilah pemahat terbaik di kerajaan untuk mengerjakan patung itu. Pembuatan patung dilakukan jauh di dalam hutan, karena Manggale tewas di dalam hutan, dan diyakini roh Manggale masih berada di dalam hutan itu. Sang pemahat menggunakan kayu pohon nangka sebagai bahan karena kayu nangka sangat keras.

Setelah pembuatan patung selesai, wajah patung itu sangat mirip dengan wajah Manggale. Kemudian, Datu menggelar ritual dengan meniup Sordam dan memainkan Gondang untuk memanggil roh Manggale. Roh Manggale dimasukkan ke dalam patung yang mirip wajahnya itu, lalu patung diangkut menuju istana dengan iringan Sordam dan Gondang.

Karena patung itu sangat mirip dengan putra kesayangannya yang telah meninggal. Kerinduan sang raja pada Manggale sedikit demi sedikit terobati. Apalagi patung itu bisa menari sendiri karena tabib sudah memasukkan roh Manggale ke dalamnya. Setiap Raja merasa rindu kepada putranya, ia akan menari tor tor (manortor) bersama patung itu. Seluruh rakyat ikut manortor setiap Raja melakukannya. Kemudian, Raja memberi patung ini nama sigale-gale. Yang artinya, si Lemah-lembut,

Sementara itu, pemahat yang berhasil membuat patung yang mirip wajah Manggale, meninggal dunia tidak lama setelah ia menyelesaikan patung itu. Sampai sekarang, ada kepercayaan di masyarakat Batak bahwa pembuat patung sigale-gale harus menyerahkan jiwanya pada patung buatannya supaya patung bisa bergerak seperti hidup.  Itulah sebabnya, tidak banyak yang bersedia membuat patung sigale-gale. Kalaupun ada, sebuah patung akan dikerjakan beberapa orang.

Pada masa sekarang ini, setelah agama Kristen semakin mendalam dan meresap dalam kehidupan masyarakat Batak, pembuatan patung Sigale-gale masih tetap dijaga kelestariannya. Upacara ritual Sigale-gale masih tetap ada, namun lebih mengarah pada seni dan pertunjukan saja. Kesenian patung Sigale-gale masih bisa disaksikan sebagi hiburan dan daya Tarik bagi wisatawan local maupun manca negara. Kalau dulu, patung Sigale-gale diyakini bisa menari sendiri karena kekuatas mistis pada zaman itu. Namun sekarang ini, patung bisa menari karena dikendalikan oleh seseorang di belakang patung tersebut dengan tali-tali yang khusus. (AY)

Sumber bacaan:
https://id.wikipedia.org; https://nationalgeographic.grid.id/; https://www.tripelaketoba.com/

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *