Dalam kesusastraan dapat dijumpai berbagai aliran yang dianut oleh para pengarang dalam proses menuliskan karya-karyanya. Aliran-aliran ini juga berkembang di penulis-penulis Indonesia pada karya-karyanya. Ada sekitar tiga belas aliran-aliran dalam kesusastraan yang akan dijelaskan di bawah ini :

Realisme: aliran ini berdasarkan pada kenyataan dan bersifat obyektif. Seorang penulis bertindak sebagai cermin yang membayangkan kembali kehdupan sekitarnya tanpa ditambah, dikurangi, diperbagus, atau diperjelek. Jika kita melihat pada masa-masa pasca kemerdekaan, yang disering disebut sebagai penulis angkatan ’45 bisa dikatakan sebagai penganut aliran realisme. Itu semua dapat dilihat pada hasil karya sastranya yang mempunyai unsur realisme. Misalnya ‘Kota Harmoni’ dalam kumpulan cerpen ‘Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma’, yang dikarang oleh Idrus.

Naturalisme : ini adalah cabang dari aliran realisme yang ingin melukiskan keadaan sebenarnya dan cenderung melukiskan kenyataan-kenyataan yang jelek. Hasil karya sastra yang berunsurkan naturalisme, misalnya ‘Belenggu’ karya Armin Pane.

Neo Naturalisme : aliran naturalisme yang tidak hanya mengemukakan keburukan atau kejelekan saja, melainkan cenderung pula melukiskan keadaan yang baik dan bagus. Hasil karya sastra yang berunsurkan neo naturalisme seperti, Atheis karya Achdiat Kartamihardja.

Dertemine : ini juga bagian dari naturalisme yang bisa diartikan “paksa nasib”. Tetapi bukan nasib yang ditentukan oleh Tuhan, melainkan nasib yang ditentukan oleh keadaan masyarakat keturunan, kesukaran karena akibat peperangan dan sebagainya. Masyarakat yang bobrok yang akan melahirkan manusia-manusia seperti itu.

Impresionisme : aliran yang mengemukakan cara atau jalan ditempuh pengarang guna menyampaikan kesan dan pandangannya pada alam sekitarnya. Kesan atau pandangan yang dikemukakannya itu sangat menonjol. Contoh sajak ‘Candi’ gubahan Sanusi Pane.

Ekspresionisme : aliran yang mengambil cara menyampaikan segala lukisan dengan menempuh curahan jiwa. Penulis tidak semata-mata menceritakan, mencurahkan hati tentang suatu lukisan. Puisi-puisi Chairil Anwar yang mempunyai daya ekspresi yang luar biasa, antara lainnya puisinya Isa, Doa, 1943.

Surealisme : aliran yang merupakan realisme yang berlebih-lebihan sehingga lukisan itu merupakan campuran antara realisme dan ekspresionisme. Contoh Radio Masyarakat oleh Rosihan Anwar. Aki oleh Idrus. Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang.

Romantik : merupakan hasil jiwa yang tidak puas oleh kenyataan dan lari ke dunia angan-angan (fantasi). Aliran ini bertentangan dengan aliran realisme. Penulis-penulis angkatan Balai Pustaka dan angkatan  Pujangga Baru adalah penganut aliran ini.

Idealisme : aliran yang mengutamakan ide atau cita-cita sebagai pokok tujuan. Penulis memandang ke masa depan, ke masa yang dapat memberikan bahagia kepadanya atau kepada nusa dan bangsanya. Contoh Candi oleh Sanusi Pane. Layar Terkembang oleh Sutan Takdir Alisjahbana.

Simbolik : aliran yang mengutamakan sesuatu dengan melalui simbol atau perlambang dan dijelaskan menurut bisikan hati. Aliran ini banyak digunakan oleh penulis Indonesia pada masa Jepang. Contoh ‘Lukisan’ oleh Rosihan Anwar.

Mistisisme : suatu keadaan hati yang merasa berdekatan dengan jiwa ke-Tuhanan, kebenaran yang berakhir dengan persatuannya dengan Tuhan yang Maha Esa. Rindu Dendam oleh J.E Tatengkeng. Sedih dan Gembira oleh Usmar Ismail.

Psikologisme : aliran yang mengutamakan aliran hati. Jadi memandang sekelilingnya hanya sebagai alat untuk menjadi tinjauan rohani. Contoh Jalan tak Ada Ujung oleh Mochtar Lubis.

Didaktik : aliran yang bermaksud memberi pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat. Bahannya diambil dari tengah-tengah kenyataan hidup. Contoh Syair Perahu oleh Hamzah Fansuri.

(red)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *