Mencari Tubuh Mayalo

Hanya mendengar nama mayalo
di telinga, aku pun terbangun menuju dunia.
Daun-daun pada jatuh di halaman
tersebab angin rindu berputar-putar
semalaman di pekarangan kepala.
Mata mayalo yang tajam memandangku
lewat sela-sela pepohonan.

“Ada di mana Mayalo-mu itu?”
tanya Ibu sambil membawakan
tongkat musa lewat doa yang
ia pinta. Aku pun menunjuk Mayalo
yang hanya tinggal bayang.

Saat Ibu mulai mengetuk lautan air mata,
jalan menuju Mayalo terbuka lebar
: aku pun lari menuju kemegahan.

Ibu tersenyum paham, bahwa tak
mungkin ada Firaun di tubuh mayalo
yang bening dan terang.

Al Ikhsan, Januari 2021

Mayalo

Bagiku kau adalah jalanan
di pegunungan, Mayalo,
tempat kabut-kabut pulang
dan manik-manik embun
menatap dunia dengan sangat garang.

“Apakah kau dan aku diciptakan dari
kebahagiaan yang musti diperhitungkan?”

Tak ada yang benar-benar gundah pada
wajahmu, Mayalo, walau sebenarnya
ada dada yang menangis kesakitan.

Menyusuri ingatan-ingatan
masa lalu di setiap lekuk tubuhmu
merupakan medan pendakian
yang begitu bahaya dan curam.
Rentan jatuh dan terperosok
ke dalam jurang kesepian
kemudian mati di ambang ketidak-pahaman.
Namun, di dadamu itu,
kau tanam buah, sayur, juga ilalang panjang
: kesuburan yang membuatku tak sabar
untuk menuju dadamu yang begitu jembar.

Kapan kau akan memanen kebahagiaan
pada sebuah takdir yang engkau tanam?
Tak ada jawaban. Segala mulut lebih memilih diam.
Jalan menujumu telah dipeluk oleh ribuan kesunyian.
Hujan sering kali turun membersihkan,
tapi suara tetesnya menetaskan kesunyian lain
yang menyebabkan aku lebih memilih berhenti
daripada bersikeras untuk lari.

“Apakah benar, kau dan aku terlahir
dari pengundian sebuah takdir?”

Al Ikhsan, Januari 2021

Malam Dingin

Malam ini kau datang sebagai hujan,
aku terpaksa masuk ke dalam kamar
untuk berteduh dari dingin juga rasa ambyar.

Sungguh, pertemuanku denganmu bisa
membuatku tambah sakit juga demam

Al Ikhsan, Januari 2021

Jamaludin GmSas adalah nama pena dari Jamaludin. Lahir di Pemalang, 20 Juli 1997. Ia adalah santri di Pondok Pesantren Al-Ikhsan Beji, Banyumas. Laki-laki pecinta kopi ini puisi-puisinya pernah disiarkan di media cetak maupun digital. Karyanya pun tersebar di beberapa antologi bersama.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *