Maiyahan Dualapanan
Sinau Bareng, Berbagi Ilmu,   Sinambi l “Nglaras”  Bareng Musik Kekinian
Teks dan Foto : Christian Heru Cahyo Saputro

Penggal  bulan November lalu, ada sesuatu yang menarik dan unik, ketika saya hadir dalam acara Maiyahan Dualapanan yang digelar Pengurus Wilayah Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (PW Lesbumi) Nahdatul Ulama Provinsi Lampung di Aula Kiyai Tohar, Pondok Pesantren Al Muttaqien, Kemiling, Bandar Lampung.

Maiyahan yang rutin digelar ini masuk yang ke-9 ini bertepatan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda ke-91. Para penggiat Maiyahan menggelar  sinau bareng mengusung tajuk  kekinian; “Berhala Milenial”.

Tampil sebagai narasumber dalam sinau bareng ini; Dr. Drs. KH Musthofa Wagiyanto, SH, MH (Ketua PWNU Lesbumi) Pof. Sugeng P Harianto (Cendikiawan) Udo Z Karzi (Sastrawan), Abdul Gofur (Jurnalis), Syamsul Arifin (Penggiat Maiyahan Ki Jamus Kalimosodo, Lamtim), dan Ustad Zaenul Mustofa (Pondok Pesantren Tulangbawang).

[iklan]

Kegiatan sinau bareng Maiyahan Dualapanan dan Suluk Lesbumi ini dimeriahkan dengan penampilan Dualapanan Ben yang energik membersamai kegiatan ini hingga tuntas lewat tengah malam. Jadi sinau bersama tak berkesan formal, benar-benar santai tetapi juga serius, karena dibersamai Dualapanan band, yang mengusung lagu-lagu hits dari Letto, Slank dan yang lainnya.

Menurut Ketua Lesbumi PWNU Lampung Dr. Drs. KH Musthofa Wagiyanto, SH, MH yang langsung memandu acara ini, Maiyahan Dualapanan ini digelar rutin setiap bulan pada tanggal dua delapan. Maiyahan ini merupakan wadah sinau bareng yang dibangun dengan suasana kebersamaan dan kegembiraan, maka selalu dibersamai dengan Duapalanan Ben.

“Setiap bulan tema selalu berganti mengikuti ritme kehidupan. Dengan menghadirkan nara sumber orang-orang yang tepat dalam bidangnya. Mudah-mudahan Maiyahan sinau bareng ini menginspirasi dan bermanfaat kaum muda. Mari kita bersama sinau sambil menikmati goyang seni, tapi bukan goyang koplo,” ujar Kiyai Musthofa di hadapan puluhan peserta majelis Maiyahan.

Kali ini, papar, Pakde –panggilan akrab Kiyai Musthofa–sinau bareng mendiskusikan tentang fenomena “Berhala Milenial” yang sudah merasuk dalam kehidupan masyarakat dan menjadi kebutuhan primer manusia setelah makan, minum, dan sandang. “Fenomena perkembangan teknologi informasi mempunyai kemanfaatan dan kemudharatan. Jangan sampai teknologi dijadikan berhala milenial,” tandas Kiai Mustofa mengingatkan.

maiyah

Pada kesempatan itu, Prof. Sugeng P Harianto, berkaitan dengan peringatan Hari sumpah Pemuda, mengingatkan agar generasi milenial tetap harus menjungjung bahasa Indonesia sebagai persatuan. Sebagai generasi muda harus selalu optimis dalam menjalani kehidupan. “Tidak ada yang tak bisa dicapai, kalau mau belajar. Semua butuh perjuangan, sembari mengisahkan perjuangan untuk meraih keberhasilan hingga jadi Rektor Unila. Saya anak seorang guru dari Pringsewu. Alhamdullilah bisa keliling ke dunia,” ujar mantan Rektor Unila ini membakar semangat kaum milenial peserta sinau bareng Maiyahan.

Praktisi Pers Abdul Gofur menambahkan berdasarkan data penggunaan media sosial memang sudah sangat masif. Yang terpenting, sebenarnya dalam arus informasi yang tak bisa terbendung ini, harus cerdas dan bijak. “Jangan sampai kehadiran gadget justru menjadi berhala baru yang merugikan kita,” ujar Gofur mengingatkan.

Satrawan cun jurnalis Udo Z Karzi mengatakan, gadget bagi dirinya, sebagai jurnalis yang juga sastrawan sangat penting. Meskipun demikian, dibalik sisi positif yang ada di gadget, ternyata juga terdapat dampak-dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh gawai.

“Adanya gawai makin mempermudah pekerjaan. Dengan gawai makin mudah mengkases data, memotret, menulis, dan kemudian mempublikasikan karya jurnalistik maupun sastra hasil kreativitas saya. Jadi gadget sangat bermanfaat dapat mendukung kinerja saya,” ujar sastrawan yang pernah menyabet Penghargaan Rancage ini.

Pendiri Majelis Maiyahan dan Grup Musik Jamus Kalimosodo, Samsul Arifin, mengatakan, Miayahan yang digelar bersama Lesbumi ini merupakan fenomena menarik. “Sinau bareng Maiyahan dan Suluk Lesbumi ini dapat dijadikan ajang para generasi muda untuk menggalang persatuan,” ujar salah satu pendiri Lesbumi di Lampung.

Pada kesempatan itu, Cak Sul —panggilan karib Syamsul Arifin—menambahkan Maiyahan bersama Lesbumi ini di lampung ini merupakan satu-satunya di Indonesia. Maka pada kesempatan istimewa ini, Cak Sul, mempersembahkan Suluk Maiyahan dan Suluk Lesbumi.

Kiyai Zainul Mustofa dari Tulangbawang, menegaskan, dalam keriuhan berhala-berhala modern ini jangan sampai kita larut. Media sosila jangan sampai menguasi kita. Tetapi kita yang harus bisa menguasainya. “Jangan sampai kiita jadi budaknya. Tetapi kita harus bisa menundukkannya. Caranya kira harus kembali pada yang Satu. Kita harus ingat pada sang Pencipta,” tandas Kiai Zainul Mustofa.

Saya yang datang sebagai “tamu tak diundang”  ternyata kehadiran saya “tercium”, mak, Pakde mendaulat saya naik panggung juga. Pada saatnya, saya juga “ditodong” untuk bicara persoalan berhala milineal yang bernama gadget. “Intinya, kehadiran gadget ada plus dan minusnya. Ambil manfaatnya buang mudaratnya. Dan jangan pula gadget kita jadikan berhala. Tanpa gadget lalu kita tak bisa apa-apa,” begitu inti saya bicara ngalor-ngidul.

Pada pamungkas acara Kiyai Musthofa Wagiyanto, membacakan risalah dari Kiyai Emha Ainun Najib, yang ditujukan untuk jamaah Maiyahan untuk mensikapi keadaan negara terkini. Kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah dan kembul bujana alias makan bersama. (27/11/19)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *