
Sepanjang-panjangnya sungai tetap saja ada batasnya. Hulu dan Muara. Seluas-luas lautan, pasti ada pantai sebagai pembatasnya. Akan tetapi, siapakah yang mampu mengukur kasih sayang Ibu?
Kasih sayang ibu, tak terhingga luasnya, tak terukur panjangnya. Mengalir sepanjang masa. Karena itu kita hanya bisa menghormatinya dan mengabadikan pengorbanannya, semampu yang kita bisa, dengan segala daya dan upaya. Melalui karya seni, misalnya. Sastra.
Penyair kita kali ini, Syukron MS, telah membahasakan rasa cinta dan sayangnya pada sang Ibu dimana surga sembunyi di telapak kakinya. (redaksi)
Di Malam Hari
Di malam hari
Kulihat langit hitam nyala
Hitam nyala mengecup bumi
Begitu ajaib
Di malam hari
Kulihat ibu mengangkat kedua tangannya yang terbuka dan doa-doa dipanjatkan
Diketuk-ketukkan ke pintu langit
Yang penuh bintang-bintang putih yang bergiliran berguguran ke mukenahnya.
Begitu indah dengan kristalan yang menyatu dengan air suci air matanya.
Di malam hari
Kumelihatnya, sesaat sebelum kututup mukaku kembali dengan tilam, dengan ingatan, dan kerinduan pada ayah yang telah ada di dalam duluan di langit yang nun wallahu a’lam.
Bila Subuh Tiba
Bila subuh tiba dari ufuknya
Ibu selalu membangunkanku
Ia biasa berkata
“ayo bangun, sudah saatnya kau siram bunga dadamu dengan wudhu”
aku pun biasa bangun sambil menyeka
kantuk yang menggoda
“sampai jumpa kantuk,
jika kau ingin lanjut tidur, lanjutkan saja
dengan mimpiku yang tersisa.”
Ibu memang tak ada duanya
Ia mencintai keindahan rekah bunga
di hati anak-anaknya
dengan tulus dan tak kenal kata
pamrih apa-apa
Kutu yang Merindukan Lebat Rambutmu
Beginilah akhirnya
Kalau kau keras kepala
Aku hilang hunianku
Engkau hilangkan pikiran dungu
Aku kutu kangen rambutmu
Engkau kutu makan buku
Aku kutu rindu ubunmu
Engkau kutu campakkan aku
Syukron MS, lahir di Probolinggo, Juni 2001.