Ketupat Lebaran
Kata pak Ustad, episode Puasa Ramadhan selama 29-30 hari itu dibagi menjadi 3 episode. Episode 1 adalah 10 hari pertama yang disebut Episode Barokah. Episode 2, atau 10 hari kedua, disebut Episode Magfiroh (ampunan), dan 10 hari terakhir disebut episode Itkum Minannar, bebas dari api neraka. Selanjutnya, puncak dari ibadah puasa di bulan Ramadhan ditutup dengan Idul Fitri atau di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Lebaran.
Dalam merayakan Lebaran ini, Indonesia yang terdiri dari berbagai ragam suku bangsa mempunyai banyak ragam tradisi, antara lain: Halal bi halal, THR atau Salam Tempel, Baju Baru, Parcel, Ketupat, dsb. Di antara tradisi lebaran yang ada hampir di seluruh budaya di Indonesia adalah Ketupat. Kuliner Ketupat, atau Ketupat Lebaran.
[iklan]
Ketupat atau Kupat (Jawa), Ketopak (Madura), Tupat (Betawi) adalah hidangan khas Indonesia yang bahan dasarnya beras, dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda atau Janur. Ketupat ini banyak ditemui pada saat Lebaran. Di kalangan tertentu di Pulau Jawa, ada masyarakat yang suka menggantung ketupat di atas pintu masuk rumah sebagai jimat tolak bala. Bahkan di beberapa daerah di pulau Jawa, pada hari ketujuh setelah Lebaran (Idul Fitri) ada masyarakat yang merayakan Hari Raya Ketupat atau Bakdo Kupat. Pada hari itu hanya disajikan ketupat saja. Sampai-sampai hewan ternak (sapi, kambing dan kerbau) dikalungi ketupat.
Ketupat atau Kupat (Jawa) secara bahasa Jawa adalah symbol dari ungkapan atas pengakuan kesalahan. KU=ngaKU (mengakui), PAT=lepat (kesalahan). Jadi KUPAT (Jawa) merupakan simbolisasi dari ungkapan hati, NGAKU LEPAT. Mengakui kesalahan. Karena itu Ketupat dijadikan sebagai salah satu alat/media dalam berdakwah dakwah oleh Sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Hingga sekarang ini, umat Islam yang merayakan lebaran menjadikan momen Lebaran sebagai waktu yang tepat untuk saling maaf-maafan dan mengakui segala kesalahan. Seusai lebaran biasanya ada acara halal bi halal. Saling bertemu dan bermaaf-maafan.
Rasanya, Lebaran belum lengkap kalau tanpa Ketupat plus lauk pauk yang menjadi pelengkapnya (opor ayam, semur daging, sambel krecek, dsb). Nggak afdol kalau Lebaran nggak ada Ketupatnya. Hidangan Ketupat memang sudah cukup lama dikenal di beberapa daerah di Indonesia, antara lain: Kupat Glabed (Tegal), Doclang (Cirebon), Ketupat Sayur (Padang), dsb.
Ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga kepada masyarakat Jawa, beliau menghidupkan sebuah tradisi, yaitu 6 hari setelah Lebaran (Idul Fitri), masyarakat setempat diajak membuat ketupat dengan anyaman daun kelapa muda sebagai pembungkusnya, lalu disii dengan beras. Akan tetapi masyarakat Jawa, jauh sebelum kedatangan Islam, mereka sudah mengenal dan akrab dengan hidangan yang bernama ketupat atau Kupat.
Bagi sebagian masyarakat Jawa, bentuk ketupat yang persegi empat itu dimaknai dengan kiblat papat limo pancer. Papat dimaksudkan sebagai simbol empat penjuru mata angin, yaitu:Utara, Selatan, Barat, dan Timur. Maknanya adalah: Ke mana pun arah manusia melangkah pergi, ia tak boleh melupakan Pancer (arah kiblat atau arah sholat).
Ketupat juga bukan hanya sekadar makanan yang disajikan untuk menjamu para tamu pada hari raya Idul Fitri atau dalam merayakan Lebaran Ketupat, setelah enam hari berpuasa sunah Syawal. Sebagian masyarakat Jawa memaknai njelimetnya anyaman ketupat dari janur sebagai bungkus beras, mencerminkan kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan hati setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran. Digunakannya janur (daun kelapa muda) sebagai bungkus ketupat memiliki makna tersembunyi. Kata Janur berasal dari Bahasa Arab, dari kata ‘Jaa’an nur’ yang maknanya adalah ‘telah datang cahaya’. Sementara masyarakat Jawa memaknai kata Janur dengan ‘sejatine nur (cahaya)’. Lebih jauh lagi maknanya adalah: setelah berpuasa selama sebulan penuh, manusia kembali dalam keadaan suci karena mendapatkan pencerahan cahaya Illahi selama bulan Ramadhan.
Arti Kata Ketupat
Dalam filosofi Jawa, Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau KUPAT adalah singkatan dari: Ngaku Lepat dan Laku Papat.
NgaKU LePAT, artinya : Mengakui kesalahan.
Implementasi dari mengakui kesalahan ini menjadi tradisi Sungkeman bagi orang Jawa pada hari raya Idul Fitri. Sungkeman mengajarkan kepada kita betapa mulianya menghormati orang tua dan orang yang lebih tua atau dituakan. Selain itu juga mengajarkan kepada kita untuk bersikap rendah hati, serta ikhlas memohon ampunan dari orang lain.
LaKU PaPAT, artinya: Tindakan(laku) Empat.
Empat tindakan (laku) yang dimaksud adalah:
1. Lebaran
Artinya: sudah usai. Maknanya menandakan telah berakhir waktunya dalam menjalankan puasa.
2.Luberan
Meluber atau melimpah. Maknanya adalah ajakan untuk bersedekah kepada orang miskin dengan membayarkan zakat fitrah.
3. Leburan
Sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan habis melebur, karena itu setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain pada saat Idul Fitri.
4. Laburan
Berasal dari kata labur. Laburan bisa diartikan melabur dengan kapur yang biasa digunakan untuk menjernihkan air atau memutihkan dinding menjadi bersih. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Demikianlah, Ketupat telah menjadi bagian dari budaya lintas ras, suku dan agama. Ketupat telah mengingatkan kita betapa mulia dan bijaksana leluhur bangsa ini. (AY)
Sumber/inspirasi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Ketupat
https://historia.id/politik/articles/mengunyah-sejarah-ketupat-Pdag6
http://polyglotindonesia.org/id/article/ketupat-sejarah-dan-filosofi