Daffa Randai, begitulah nama pembesut Puisi puisi kali ini, lahir tahun 1996 di Srimulyo, Madang Suku II, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Meskipun dia mengaku bergiat di Komunitas Pura-Pura Penyair sekaligus sebagai Presidennya, sejatinya dia seorang Penyair tulen. Hal ini terpindai dari pernik-pernik cahaya kata-kata sebagai ciri khas seorang Penyair. Sebut saja di Puisinya /Kau Tak ada, Mey/ malam itu kau tak ada, mey/. Betapa sang Penyair pandai mempermainkan pembaca, bahkan mungkin akan bisa membuat sang penafsir akan bertanya tanya apa bedanya kata Mey di judul berhuruf kapital dengan kata mey di bait puisi berhuruf kecil. Perbedaan ungkapan huruf besar dan kecil ini mengingatkan pada semacam kepercayaan umum bahwa di setiap jiwa Penyair selalu terselip jiwa “Gila” atau malah saking cerdasnya mampu memadukan cita rasa paradoks antara rasa dan logika, sehingga segalanya diserahkan pada pembaca. Selamat menikmati puisi puisinya. Silakan. (redaksi).
Kau Tak Ada, Mey
malam itu kau tak ada, mey.
aku mengetuk pintu rumahmu
seperti berkunjung ke ruang luka.
dari jendela tanpa kaca
seperti kusaksikan seorang lelaki
mengiris air matanya sendiri.
malam itu kau tak ada, mey.
iakah kau ketiadaan yang kucari?
Kita Telah Berpisah, Mey (4)
kita telah berpisah, mey.
tahulah kau, setiap kupetik gitar
dadaku kembali nyeri
dan memar.
seperti malin, aku mungkin
sempurna dalam kutukan:
tak bisa bergerak dari cinta
yang telah batu sejak semula.
kita telah berpisah, mey.
berbahagiakah kita
dengan air mata
yang tak putus alirnya?
memang, kita memiliki
seribu alasan untuk bersedih.
tetapi, mampukah kita
segera pulih dari luka
sejak tak saling peluk
bahkan dalam doa?
Kita Telah Berpisah, Mey (5)
kita telah berpisah, mey.
itulah kedukaan kubra
yang tak berhasil kucekal.
padahal dulu, seperti rendra
aku pernah ingin mendongeng
dengan terus mengulang
pengakuan: kau segalanya!
yang tak ada padaku
yang aku butuh.
suatu hari, kita tak lagi bisa
pergi berkunjung ke doa
demi menabung harap
bisa seatap berdua.
sebab, kita telah berpisah, mey.
bukankah mengupas
bekas luka selalu
lebih mengerikan
dari luka itu sendiri?
2020
Kita Telah Berpisah, Mey (6)
kita telah berpisah, mey.
suatu hari, bagaimana jika
kita kembali gagal mencintai
diri kita sendiri?
atau kita akan kembali
saling mencintai
segala yang tak lagi
benar-benar kita miliki?
betapa kita betah terjaga
di hidup yang penuh bahaya.
sempurna kita dalam duka
dalam dunia penuh air mata.
suatu hari, mey, akankah kita
bisa saling memeluk
ingatan kita masing-masing
tanpa sempat saling curiga
rangkaian kelukaan ini
milik siapa?
2020
Kita Telah Berpisah, Mey (7)
kita telah berpisah, mey.
suatu hari, kita mungkin
akan berhasil saling melupakan.
kepala kita akan tandus
dari segala kisah
yang pernah begitu
kita miliki sebelum pisah.
mungkinkah hari baru
setelah haru ialah sukacita
yang pantas kita rayakan?
mungkin benar begitu, mey.
tapi bukankah kebenaran juga
bisa berangkat dari kekeliruan
yang terus diulang?
seperti pernyataan: aku mencintaimu
dalam seribu masa kehidupan
yang terus kuungkap tanpa pernah
kau percayai kesungguhannya.
2020
Jangan Sambut Pulangku
suatu hari, jangan sambut pulangku
sebab tak lagi ada kecupan
yang bakal kering di kening
untuk bekal tidur seorang lelaki
yang hatinya tak layak huni.
katakan, katakan segera
ke mana harap akan bermuara
ketika tubuh yang kau butuh
tak lagi utuh untuk dipeluk?
suatu hari, mungkin tak akan ada
kepulangan menuju luka yang sama.
katakan, apakah kau akan peduli
melihat aku tenggelam bahkan
oleh air mata yang kuperas sendiri?
suatu hari, jangan sambut pulangku
sebab tak akan ada kepulangan
menuju satu orang yang sama
demi mengulang keperihan lain
yang lebih parah.
2020
Daffa Randai, lahir di Srimulyo, Madang Suku II, Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan pada 22 November 1996. Alumnus mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta, konsentrasi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Presiden komunitas Pura-Pura Penyair. Buku tunggal perdana: Rumah Kecil di Kepalamu (Purata Publishing, 2018). Beberapa puisinya terbit di buku antologi bersama, media cetak dan online. E-mail: randaidaffa22@gmail.com, Instagram: @randaidaffa96,