Hikayat Palang Pintu

Assalamu’alaikum waroh matullohi wabarokatuh

Bawa nampan isinya dodol  ama uli
Nyang doain si emak nyai
Tuan raje mude yang rupawan dateng nepatin janji
Mau menyunting mpok putri si calon bini

wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh
Dodol ama uli dido’ain aki nini
baca do’anya di bawah pohon jambu
kalo abang mo liat neng putri si calon bini
lewatin dulu aye punya palang pintu

[iklan]

Secara prakteknya, tradisi palang pintu memiliki kedekatan dengan permainan drama, bedanya. Panggung drama biasanya di gedung-gedung pertunjukan, tetapi palang pintu di tengah-tengah masyarakat. Bisa dikatakan palang pintu itu teater rakyat yang hidup di masyarakat dan dapat ditonton oleh masyarakat setempat pada upacara adat pernikahan, bahkan belakangan ini sering digunakan untuk penyambutan tamu di acara-acara formal pemerintah daerah DKI Jakarta.

Aksi berbalas pantun kemudian dilanjutkan dengan atraksi adu silat atau maen pukul sampai salah satu pihak dinyatakan kalah. Jika pemenangnya adalah jagoan dari pihak calon penganten lelaki, maka selanjutnya calon penganten perempuan meminta agar calon penganten lelaki melantunkan Sike (shalawat nabi) sebagai bukti kalau calon penganten lelaki Islamnya asli, bukan sekedar Islam KTP. Jika kemudian seremoni rangkaian adat Palang Pintu ini selesai dan dimenangkan oleh pihak calon penganten lelaki serta semua syarat-syarat sudah terpenuhi, calon penganten lelaki diijinkan masuk rumah untuk segera dinikahkan.

Begitulah kira-kira rangkaian penampilan dalam atraksi Palang Pintu, sebuah tradisi yang sampai saat ini masih hidup dalam masyarakat Betawi.

Tradisi palang Pintu ini, walaupun hanya bagian dari prosesi pernikahan adat Betawi, namun tradisi inilah yang paling dikenal oleh masyarakat sampai saat ini.  Selain menghibur juga mengandung nilai-nilai yang baik dalam hal keagamaan, dalam seni beladiri, seni sastra berbalas pantun, dan menjalin pertemanan (silaturahim).

Masyarakat Betawi masih mempertahankan tradisi Palang Pintu ini karena tradisi ini merupakan warisan dari leluhur yang harus dan masih bisa dijaga/dipelihara agar tidak musnah ditelan perkembangan jaman. Makna yang paling mendasar dari Palang Pintu ini adalah bagaimana seorang suami kelak dikemudian hari, sejak akad nikah dilaksanakan, ia mampu dan siap untuk menjaga istrinya dengan baik berdasarkan tuntutan agama Islam.

Konon katanya, tradisi Palang Pintu ini sudah ada sejak jamannya Pitung jago Betawi hendak memperistri Aisyah, anak Murtadho si Macan Kemayoran.Dengan modal ilmu maen pukul dan  nyali gede, Murtadho jadi palang pintu dalam prosesi perkawinan putrinya. Apa mau dikata, Pitung jauh lebih hebat maen pukulnya. Murtadho tekuk lutut dibuatnya. Hingga akhirnya, Aisyah menjadi istrinya.

Istilah Palang Pintu secara orang Betawi bisa dimaknai sebagai penghalang bagi orang lain yang akan memasuki daerah tertentu, di mana daerah tersebut memiliki jawara alias jago maen pukulan yang siap menghadang. Prosesi Palang Pintu biasanya biasanya muncul pada saat acara perkawinan atau besanan. Namun, dalam perkembangan Palang Pintu seringkali muncul pada acara-acara seremonial seperti peresmian gedung, penyambutan pejabat, ataupun acara-acara lain yang sifatnya resmi sebagai hiburan.

Tradisi Palang Pintu yang hingga kini masih tertanam kuat pada masyarakat Betawi, sebenarnya hanya bagian dari rangkaian upacara pernikahan adat Betawi yang tujuannya adalah untuk memberi pesan kepada masyarakat bahwa pernikahan adalah peristiwa yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Karena itu  perlu ada tahapan atau syarat tertentu yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin sebelum melaksanakan prosesi akad nikah. Secara filosofis, Palang Pintu  itu merupakan prosesi penerimaan orangtua calon pengantin atas pinangan dari pihak laki-laki.

Sayangnya, seiring dengan laju perkembangan zaman, tak jarang masyarakat mulai meninggalkan tradisi ini. Kalau tokh masih ada,  pelaksanaannya sudah sudah banyak mengalami perubahan. Dulu, centeng atau jagoan dari masing-masing pihak calon penganten sama-sama tidak saling kenal. Berkelahinya juga sungguhan. Kalau centeng pihak calon penganten perempuan kalah, barulah, calon penganten lelaki bisa masuk rumah calon penganten perempuan. Sebaliknya bila centeng atau jagoan pihak calon penganten lelaki yang kalah bisa ditolak mentah-mentah. Atau ya sudah diterima, tapi dengan syarat tertentu. Beda dengan Palang Pintu jaman sekarang. Tim centeng atau jago pukulnya sudah diatur sehingga dipastikan kalau calon penganten lelaki bakalan dapet wanita idamannya.

Lepas dari Palang Pintu versi jaman dulu atau jaman sekarang, pada dasarnya adalah bahwa nilai yang terkandung di dalamnya sama saja. Nilai plus yang bisa diambil dari tradisi Palang Pintu ini antara lain terjalinnya silaturahim yang erat antara rombongan calon pengaten lelaki dan keluarga besar calon penganten perempuan. Adapun tujuan intinya adalah supaya calon penganten lelaki benar-benar bisa memperlihatkan kesiapannya untuk menikah dan melaksanakan akad nikah.

Banyak orang Betawi bilang bahwa asal usul adat atau tradisi Palang Pintu ini ada karena jika seorang lelaki ingin menikah dengan gadis pujaan hatinya, ia harus bisa mengalahkan jawara-jawara atau jagoan maen pukul yang jadi pesaingnya. Selain jago maen pukul, dia juga harus pintar dalam hal agama Islam, sopan santun dan cerdas dalam berbahasa (berkomunikasi).

Istilah Palang Pintu itu sendiri berasal dari kata Palang dan Pintu . Palang berarti penghalang agar orang atau sesuatu tidak bisa masuk atau melewati. Pintu artinya ya Pintu. Jadi, istilah Buka Palang Pintu bisa diartikan menyingkirkan penghalang (jawara atau jago maen pukul) yang menghadang di pintu masuk. (AY)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *