Hidup tanpa cinta bagai malam tanpa bintang, bagai sayur tanpa garam. Cinta membuat hidup kita jadi indah. Dan keindahan itu bisa ada dimana-mana, misalnya di merangkai kata sebagai ungkapan rasa cinta seorang penyair, sebagaimana terasa pada puisi-puisi Mauliya Nandra berikut ini. Selamat menikmati
Salam.
Bayangan di Dinding Doa
Menjelang petang, malam yang kelap
Barangkali, wajahmu yang temaram
Tenggelam dalam larutan suci
Seperti langit bersama air
Yang menghendakinya tumpah
Pada bibir yang manis
Namamu melambung ke angkasa biru
Berhias bintang di indah jagad tubuhmu
Seluruh kulit dan sendiku bergetar
Mengguncangkan selaput darahmu
Yang memerahkan dadaku
Angin di pantai asmara
Melabuhkan putik kembang sariku
Lalu menghembuskan nafas pada jelmaan mawar merah
Di warna yang merekah marwah
Purwokerto, 30 Agustus 2019
Biarkan Marahmu Melelah
Aku tahu, terbakarlah ruang hatimu
Sebab kau lihat
Jemariku menggenggam kiasan katanya
Menikmati gerimis yang manis
Lengkap dengan sepasang roti hangat
Menjeritkan kisah di atas putik mawar
Menyuap dunia,
agar hanya milik berdua
Namun kala itu,
rupanya kabut menyelimuti matamu
hanya dengan cermin aku berkata-kata
perihal penantian yang tak kunjung habis
kini kau temuiku dengan puisi
merah ada pada pipimu yang manja
memberiku dekapan terlangka
dan benarlah yang diungkapkan hatiku
dirimu akan lelah dalam amarah
Purwokerto, 23 Oktober 2018
Di Bawah Kawanan Hujan
Di bawah kawanan hujan
Aku tidak berkeluh
Sebab basah hariku
Juga lusuh sarungmu
Tetaplah kopi yang hangat untukku
Aku menghitung rintiknya
dengan sederhana
Setiap tetes adalah kehangatan
Setiap derasnya adalah telaga
Meraup habis lelah dan dahaga
Dan aku bersamamu
Lebur dalam butiran kesejukkan
Bersama nafas yang selalu pagi
Di bawah kawanan gerimis
Yang gemerciknya memancur
Di bawah kawanan hujan
Aku tidak berkeluh
Meski petirnya menyambar denyut nadi
Tetapi harmoninya
Menjadikan kita sepasang
Tanpa perlu alasan
Melangitkan hati dan hari
Di keabadian lembah asmara
Hujan hari telah menyibukkanku
Bersama bibir lembut
Yang bertemu di ujung kerut garisnya
Hingga siang meninggi
Petir pun kembali ke khayangan
Purwokerto, 7 April 2019
Hikayat Negeri Poci
Aku mendengar hikayat
Dari negeri dalam poci
Ramai rindang hijau pohonnya
Awan-awan biru selimuti akarnya
Pun padi menguning sepanjang hilir
Kini barisan petir
Dari negeri pandemi
Menggetarkan tanah-tanah sayu
Hingga terkubur cita dan harapan
Gemuruhi jiwa yang damai
Cerita dari negeri poci
Telah berjumpa di akhir liriknya
Tersisip doa di baris kesepuluh
Agar turun bersama hujan
Di bulan mendatang
Mengalahkan petir dan guruh
Banjarnegara, 19 Juli 2020
Mauliya Nandra Arif Fani, berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah. Sekarang menempuh pendidikan S1 di IAIN Purwokerto, Pendidikan Agama Islam. Ia aktivis di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) IAIN Purwokerto. Karyanya dimuat di simalaba.net, koran Kabar Madura, tembi.net dibukukan dalam antologi berjudul Mata Air Hujan di Bulan Purnama, dan buku antologi puisi seperti 100 puisi terbaik Lomba Cipta Puisi ASEAN IAIN Purwokerto, Antologi Pilar Puisi 5 IAIN Purwokerto, Lomba Cipta Puisi Rumah Kreatif Wadas Kelir, 100 puisi terbaik Lomba Puisi Nasional Antologi Kata, 250 puisi terbaik Lomba Puisi Sahabat Inspirasi Pena, dan pernah jadi juara 3 Lomba Puisi Nasional Event Hunter Indonesia sehingga berkesempatan melakukan kunjungan sastra ke Singapura.