Belanda adalah salah satu negara yang saya anggap sebagai negara kedua saya. Satu  negara di Eropa yang mudah menemukan  lumpia dan nasi goreng dalam menu restoran mereka. Ke kota manapun kamu pergi di Belanda hampir dapat dipastikan kamu bisa temukan restoran Indonesia. Ah…  Tentu saja. Karena Indonesia (Nusantara)  pernah memiliki sejarah 350 tahun masa kolonialisme.

Mengapa Belanda saya anggap negara ke dua?   Entahlah. Saya lumayan jatuh cinta dengan negara yang satu ini. Mungkin karena adik kandung saya tinggal di sana? Atau karena seringnya saya berkunjung ke sana?  Hingga membuat saya merasa seolah tak asing berada di negeri kincir angin itu.

[iklan]

Schipol adalah nama bandara internasionalnya. Terletak di Amsterdam. Bandara ini termasuk empat besar bandara tersibuk yang menjadi gerbang masuk ke Eropa selain Hethrow London, Frankfurt dan Charles de Gaule di Perancis. Dengan sekitar 40 juta penumpang per tahun.

Buat saya sendiri pergi ke Eropa lewat Amsterdam adalah nilai plus dan sangat mudah. Saya hampir paham rute-rute menuju kota-kotanya dengan menggunakan kereta api tentu saja. Saya tak takut tersasar,  mungkin saking seringnya saya berkunjung ke negara ini. Lagi pula transportasi umum di Belanda ada cukup baik. Anda tak usah khawatir karena banyak orang di sana akan senang membantu jika kita ( turis) merasa kesulitan. Banyak hal lain tentang Belanda yang mungkin akan saya tulis pada edisi berikutnya. Karena saat ini saya hanya akan menceritakan kisah atau pengalaman saya diganggu mahluk halus ketika di Belanda.

Pengalaman tentang diganggu oleh mahluk halus di Belanda terjadi pada tahun 2012. Atau setelah kunjungan saya yang ke 3 ke sana. Kunjungan pertama pada tahun 1998, saya tidak merasakan sesuatu apapun. Kecuali saya terganggu dengan bulu-bulu anjing pada sprai dan selimut di kamar tidur. Maklum, saat itu adik saya belum menikah. Dan saya berdua adik berkunjung ke Belanda menginap di rumah calon ibu mertuanya.

Pengalaman pertama ke Belanda yang berkesan. Betapa saya masih aneh melihat sisa-sisa salju yang belum seluruhnya mencair dan menempel pada batang-batang pohon. Saya terpesona dengan keteraturan suasana sehari-harinya. Orang bisa duduk di taman dengan bebek-bebek berenang di danau atau sungai, juga burung-burung yang bebas beterbangan.

Adik saya sudah menikah pada kali ke dua saya datang ke sana. Saya menginap dan tinggal di rumahnya yang dibangun sejak tahun 1800 an. Di banyak negara Eropa, penduduk tak bisa seenaknya membongkar/membangun rumah. Masih banyak rumah-rumah yang berdiri kokoh dan nyaman untuk ditinggali meski sudah berumur ratusan tahun. Pemerintah begitu ketat menerapkan aturan untuk hal ini. Menebang pohon atau membuang sampah sembarangan ada sanksi denda. Demikian pula jika ingin menambahi ruang atau mengecat rumah yang tidak bisa seenaknya meski itu rumah sendiri. Orang harus melapor dan minta ijin ke kantor Walikota terlebih dahulu meski hanya membongkar garasi misalnya. Dan mengurus ijin/mendapatkan persetujuannya pun bisa memakan waktu hingga enam bulan. Beda dengan di kita, ya? Yang bahkan membangun  kios di trotoar pun? Jika kamu punya nyali jarang ada sangsi. Hehehe.

Oh ya… adik saya tinggal di kota Almelo, sekitar 160Km dari Amsterdam atau dapat ditempuh dalam 1,5  jam jika menggunakan kendaraan. Rumah dua lantai dimana seluruh kamar tidur ada di lantai atas. Ruang tamu – ruang keluarga – tangga menuju ke atas – ruang makan – dapur -kamar mandi. Gang kecil, lalu taman belakang dan garasi. Begitulah gambaran rumah adik saya yang memiliki 2 anak laki-laki. Suaminya bekerja sebagai finacial planer bagi mereka yang ingin pension. Waktu itu kantor suaminya berjarak dua jam naik kereta dari rumahnya.

Oh ya… tak sampai 100 meter ada area pemakaman Yahudi yang tewas ketika perang dunia ke 2 terjadi. Waktu itu Belanda juga ikut perang melawan Jerman. Pemakaman yang tentu saja sedikit membuat bulu kudu berdiri. Karena bentengnya sendiri sekitar 6-8 meter tingginya dan tertutup untuk umum. Tak banyak orang tau apa yang ada dibalik tembok itu. Namun dari jendela kamar tidur adik saya, kami tentu bisa melihat apa yang ada di balik benteng tembok itu dengan jelas. Makam-makan YAHUDI dengan nisan-nisan terbuat dari batu marmer yang besar-besar ukurannya.

Saya sendiri selalu tidur di kamar anak sulungnya yang menghadap ke city view. Rumah adik saya dekat dengan pusat kota. Mungkin suaminya menyesuaikan dengan adikku yang terbiasa hidup di kota besar seperti Jakarta. Rumah mereka setelah menikah terletak di centrum atau centre atau pusat kota.

Tinggal di rumah adik, saya tak butuh kendaraan untuk belanja atau sekedar cuci mata ke pusat perbelanjaan. Letak rumah adikku cukup strategis karena dekat ke supermarket, kantor, polisi, restauran bahkan stasiun. Ciri khas kota-kota di Belanda adalah selalu seperti itu. Pusat kota adalah dekat dengan Dewan Kota, Kantor Polisi, Pemadam Kebakaran dan Gereja. Selalu seperti itu.

Dulu, awal adik saya menikah, saya belum terlalu diganggu mahluk halus. Karena saya selalu tidur di kamar anak sulungnya. Waktu itu anak sulungnya masih kecil, masih balita. Kami bahkan masih tidur bersama sambil mendongeng. Baru pada kunjungan kelima saya mulai diganggu. Saya seperti bermimpi melihat arwah. Lalu ke dua orang tua saya hadir dalam mimpi… berpegangan tangan dalam satu taman nan indah yang belum pernah saya lihat dalam kehidupan nyata. Esoknya ayah kami masuk rumah sakit dan koma karena jantung. Saya bilang kepada adik saya, bahwa rasanya saya merasakan ada dua arwah di rumah tersebut. Waktu itu adik saya langsung menangis. Kami pulang keesokan harinya dan ayah saya sudah wafat. Ibu kami menyusul sehari kemudian. Persis seperti mimpi saya malam itu di rumah adikku itu, bahwa kedua orang tua saya berpegangan tangan.

Tahun-tahun berikutnya, saya tidak bisa lagi menginap di kamar anaknya yang sulung, karena dia sudah menjadi seorang remaja. Saya berpindah ke kamar adiknya yang nomor dua. Di sini, di sinilah awal muasal terjadi. Kamar itu bersebelahan dengan kamar adikku, di mana tidak jauh dari sana ada deretan makam Yahudi. Saya seperti ditindih oleh rep-erep dan susah nafas. Tapi itu tidak tiap malam. Kebetulan juga ketika datang ke Belanda berikutnya itu adalah selalu musim dingin atau gugur di mana suhu udara kadangkala di bawah minus.

Suasana musim gugur dengan angin kencang, kadang di tengah malam saya mengalami perasaan yang sulit saya ungkapkan, karena untuk menuju ke toilet itu adalah pengalaman mendebarkan sekali. Saya harus ke bawah  menuruni tangga dengan ruangan yang gelap seisi rumah. Kebiasaan di Eropa adalah orang-orang selalu mematikan lampu ketika malam tiba demi alasan hemat energi. So, itu jadi suatu pengalaman yang luar biasa buat saya. Belum lagi suara bel di gereja yang bunyi setiap 1 jam sekali, dan yang paling menakutkan adalah tentu ketika denting jam di gereja berbunyi 2 kali, tanda bahwa itu menunjukan pukul 2 malam. Tentu kadangkala bulu Kuduk saya berdiri.

Tapi itu semua  tak saya hiraukan. Saya pikir hanya hal biasa saja. Toh… tak ada juga manusia jadi pingsan gara-gara dijilat hantu. Barulah kira-kira pada tahun 2015 di mana kedua anaknya sudah remaja dan di sana terbiasa setiap anak tidur dalam kamar masing-masing. Maka mengalahlah saya untuk tidur di ruang tamu alias di lantai bawah sendirian.

Ruang tamu di rumah orang Eropa itu biasa dengan sofa yang bisa dilipat jadi kasur. So, tamu bisa tidur di sana. Saya  keberatan. Malam itu pula saya melihat sesosok bayangan hitam.

Dan ketika esoknya saya ceritakan itu kepada adik saya, barulah dia menceritakan bahwa hampir semua tamu yang menginap di rumahnya selalu mendapatkan pengalaman itu. Ada yang dipeluk sesosok bayangan dengan muka terbakar. Ada yang dipeluk perempuan bule dengan wajah rata. Bahkan anak sulungnya melihat sosok manusia kerdil keluar dari lemari kamarnya, tempat menyimpan mantel musim dingin. Manusia kerdil itu berjalan keluar dari.lemari dan.melompat ke jendela yang tertutup karena memang sudah pukul 12 malam.

Lalu, adik saya sendiri pun mengaku, bahwa dia sendiri pernah diganggu sesosok perempuan meski dengan wajah yang tidak jelas. Waktu itu jam 5 subuh, dimana pukul 5 subuh ketika musim dingin adalah seperti pukul 3 dinihari. Karena langit baru akan bersinar pada pukul 9 pagi atau masih 4 jam lagi. Adik saya waktu itu sendirian di rumah karena suaminya bekerja dan kantornya adalah di luar kota, jadi setelah suaminya berangkat kerja, adik saya mengunci pintu di bawah, namun dia tidak menutup pintu kamarnya. Alhasil dari balik pintu belakang kamarnya itu dia melihat sesosok perempuan meski dengan wajah tidak jelas sedang menatap ke arahnya yang sedang hamil besar. Lima menit berlalu adik saya masih melihat sesosok itu masih melihat ke arahnya, lalu dia berbalik. Adik saya berdoa segala macam yang dia bisa,  dan 10 menit kemudian dia melihat lagi ke balik pintu, bayangan itu sudah  itu sudah tidak ada.

Puncaknya adalah tahun 2018 ketika Kakak sulung Saya berkunjung ke sana bersama dengan Bi Isah.  Siapa Bi Isah? Beliau adalah sudah seperti Ibu angkat bagi kami, karena Bi Isah  sudah ikut keluarga kami bahkan sebelum kami lahir ke dunia ini.

Bi Isah pertama kali ke Eropa, dan dia bingung karena di mana-mana orang di Eropa lebih banyak berjalan kaki. Jadi kakinya kemudian sakit karena dia tidak terbiasa berjalan jauh. Pada hari itu kakak sulung saya memutuskan pergi ke Prancis karena dia ingin melihat menara Eiffel di Paris. Adik saya kemudian berangkat dengan kakak sulung saya, tapi Bi Isah tidak ikut. Karena dia sudah terbayang bahwa akan banyak berjalan kaki, maka dia memutuskan tinggal di rumah itu untuk memasak dan menemani anak adikku yang juga tidak ikut. Pada malam pertama ditinggal bisa terbangun pada pukul 2 malam. Dia ingat karena waktu itu lonceng gereja baru baru saja berbunyi dua kali, tanda bahwa itu pukul 2 malam. Bi Isah merasa bahwa dia ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Waktu itu musim dingin, jadi memang bagi orang Asia pasti kendalanya adalah akan lebih sering pergi ke toilet. Bi Isah mendengar ada orang mengobrol di sekitar ruang tamu. Itu adalah seperti suara sepasang suami istri yang sedang mengobrol. Bi Isah sempat tenang karena dia berpikir… itu berarti masih ada orang diruangan lain yang belum tidur. Setelah 30 menit menunggu… Bi Isah tak tahan lagi. Dia harus bergegas ke kamar mandi meski dia harus pamit karena dari ruang tamu menuju ke toilet itu berarti dia harus lewati ruang keluarga yang dia dengar masih ada orang mengobrol. Alangkah terkejutnya dia manakala mengetahui bahwa tak ada siapapun di ruang keluarga. Semua ruangan di lantai bawah bahkan sudah gelap, tanda bahwa semua orang sudah masuk kamar masing- masing di lantai dua. Bulu kuduknya sontak berdiri.

Bagaimana kelanjutannya? bisa membuka channel youtube saya di @Omacie Story dalam edisi Hantu Rumah Belanda. Silahkan klik link di bawah ini.

https://www.youtube.com/watch?v=B57PFoyv-zk&feature=youtu.be

Semua dibahas tentu dengan ilustrasi musik dan gambar yang menarik. Semoga anda terhibur dengan kisah nyata ini.

(Cikeu Bidadewi)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *