Riami, begitulah Penyair yang tinggal di Malang ini memperkenalkan nama diri. Kali ini empat puisinya berhasil tembus tayang di hadapan kita semua, yaitu : /Rahasia Kehidupan/, /Sekuntum Harap/, /Halo Dongan Dongan/, dan /Puisi/.

Penyair sekaligus seorang pengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang, Jawa Timur ini dalam menggurit puisi-puisinya serasa berusaha memadukan kehidupan sehari-hari sebagai seorang guru sekaligus penyair yang melakukan eksplorasi penyelidikan terhadap berbagai rona dan warna dinamika kejadian sehari-hari sampai pada konsepsi pikir di sekitarnya.

Sebut saja puisi pertama berjudul /Rahasia Kehidupan/ yang dilahirkan begitu apik dari mulai penelusuran geliat rahasia kehidupan itu sendiri sampai pada /Juga laju jantung telah berhenti/.

Ada pun pada Puisi ke dua /Sekuntum Harap/ terendus adanya harapan yang senantiasa tumbuh dalam keseharian, dan mengantarkan Penyair pada pengakuan transeden melalui ungkapan /Memohon diaminkan doa-doa/.

Sedangkan pada Puisi yang ketiga /Halo Dongan Dongan/ ada catatan dari Penyair bahwa Halo dongan dongan (Bahasa Mandailing), yang artinya: halo teman teman. Catatan ini membantu untuk memberi informasi bagi pembaca bagaimana mulai menelusuri makna dan rasa puisi tersebut.

Untuk Puisi ke empat yang berjudul /Puisi/ terpindai aktivitas Penyair dalam melakoni kehidupan yang cenderung beraroma penuh spiritualisme mulai dari /Sekata demi sekata/ sampai pada pencapaian/ ke dunia abadi/.

Tentu setiap puisi mempunyai cita rasa dan makna tersendiri, terlebih jika dihubungkan dengan pengembaraan jalan kepenyairan.

Semakin ditelusur semakin banyak ruang yang cenderung memancing minat untuk masuk ke dalamnya. Selamat menemukan rahasia di balik setiap kata!

Rahasia Kehidupan

Masih ingatkah ketika bayi?
Tangis adalah tanda kehidupan
Yang bisa dirasa detak jantung
Juga gerak geliat lucu

Perlahan menjadi anak, remaja dewasa
semua tumbuh dengan rasa-rasa
Perlahan kau rasakan gigi mulai sakit

Ditanggalkan gigi satu persatu
Mulai kita berpikir tak butuh raga gigi yang penting tidak nyeri
Inilah ayat nyata kematian perlahan yang diberikan-Nya

Begitu rasa iba bisa timbulkan tangis
Rasa bahagia timbulkan syukur
Rasa geli timbulkan canda

Suatu hari semua akan sunyi
Semua akan pergi
Dan raga-raga itu terbaring tak berdaya
Tanpa ada yang bisa menolong
Sebab sudah tak ada lagi gerak gelembung paru
Juga laju jantung telah berhenti

Bukit Nuris, 2022

Sekuntum Harap
: Buat RS

Menyibak langit
Bersimpuh di peluh waktu
Kita dua tangan dari satu jiwa
Memohon diaminkan doa-doa

“Ketuklah keningmu, rontokkan semua pikiran berat,” kau menasihatiku
Laksana penasihat istana

Seketika, kuingat
Kaulah bunga kecil
Yang harus kujaga sepenuh waktu dan doa
Tiba-tiba harap itu bergulir dari setiap tetes purba
Yang menjadi terkabulnya setiap pinta kebaikan padamu

Bukit Nuris, 2021

Halo Dongan Dongan

Sekadar ucap salam
Rindu umpama sinar
Menembus daun-daun cemara
Saat wabah kuasai desa
Kuasai wajah
Kuasai senyum

Sapa adalah doa
Sapa adalah pengikat kuat
Sebab temu tak lagi bisa kuhirup aromamu

Oh sahabatku
Sesaplah butiran embun-embun doa
Yang kukirim lewat cakrawala
Berhembus bersama angin
Menjadi embun di bunga teratai jiwamu

Sejuklah alam
Sejuklah hati
Dalam rindu
Menghunus waktu
Saat titik itu dijatuhkan

Bukit Nuris, 2021
Catatan:
Halo dongan dongan (Bahasa Mandailing)
Artinya: halo teman teman.

Puisi

1/
Kuramu secara alami, dicuci dengan nurani dibalur doa tulus
Sekata demi sekata
Semoga bisa jadi pelebur dosa

2/
Menjadi ulat awal mengerikan dalam pencarian
Bermetamorfosis jadi kepompong cukup lama
Lalu aku menjadi kupu kupu yang indah terbang ke dunia yang gemerlap
Menebar kasih sesama insan
Menikmati syukur dalam nektar karunia-Mu

3/
Benih sebesar biji kemangi
Tumbuh subur dalam pot mujahadah
Menunas bermakna dalam satu masakan urap kebersamaan
Menjalin kasih sesama dalam aksara

4/
Baktiku pada pemilik Kalam
Menulis kebajikan walau sehuruf di langit nan cerah atau pun mendung
Meneteskan embun kebajikan meski hanya sebutir linang air mata ketulusan

5/
Akhirnya kuharap kata menjadi pintu berkah
Pintu anugerah
Pintu hidayah
Pintu keridaan
Merengkuhku dalam hening kasih sepanjang zaman hingga ke dunia abadi

Bukit Nuris, 2021

Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, penulis buku Catatan Harian Belajar di Bukit Nuris, Pelangi Krinduan, Kisah Romansa di Negeri Awan, Serpihan-serpihan Kisah Kita, Sajak Biru. Menulis di kompasiana.com, bergiat di Group Kelas Puisi Alit (KEPUL) Mendalami Puisi bebas di Kelas AIS( Asqalani Imagination Schol), KPB (Kelas Puisi Bekasi), Kelas Menulis Daring Elipsis.  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *