Penduduk asli yang mayoritas mendiami provinsi Sumatera Barat adalah suku Minangkabau, yang secara bahasa artinya adalah ‘menang kerbau’ atau kerbau menang. Awal mula penamaan Minangkabau ini bermula pada masa kerajaan Pagaruyung oleh sebab mereka menang dalam adu kerbau dengan pasukan Majapahit yang akan menyerang negeri Pagaruyung, sehingga kemudian tempat di mana adu kerbau itu diselenggarakan tersebut dikenal dengan sebutan Nagari Minangkabau. Begini ceritanya:

Alkisah, Raja Pagaruyung yang terkenal sebagai raja yang bijaksana dan sayang pada rakyatnya , mendapat kabar bahwa pasukan dari kerajaan Majapahit telah datang, dan sampai di perbatasan negeri. Mereka hendak menyerang negeri Pagaruyung. Raja bingung, bukan karena takut pada musuh, tapi yang ia pikirkan adalah keselamatan rakyatnya. Mengingat akan kekuatan pasukan Majapahit yang besar dan tidak sebanding dengan kekuatan angkatan perang kerajaan Pagaruyung, maka baginda raja mempertimbangkan untuk sebaiknya melakukan perundingan dengan pasukan perang dari Majapahit. Karena itu segera baginda kumpulkan para hulubalang dan panglima perang kerajaan.

[iklan]

Setelah para hulubalang dan panglima perang kerajaan berkumpul, berkatalah beliau: “Wahai para hulubalang dan panglima perang, sengaja kalian aku kumpulkan sekarang ini adalah untuk membicarakan kedatangan pasukan Majapahit yang telah siap menyerang kita. Bagiku musuh pantang dicari, namun bila dia datang pantang untuk ditolak. Kalau bisa hindari, tapi kalau terdesak wajib kita hadapi. Akan tetapi mengingat kekuatan pasukan Majapahit yang cukup besar, aku khawatir akan jatuh banyak korban jiwa di pihak kita. Aku mohon pendapat dan masukan dari kalian mengenai masalah ini.”

Ruang pertemuan jadi agak rebut, para panglima dan hulubalang saling mengeluarkan pendapat satu sama lain. Baginda mengangkat tangan, meminta agar semua tenang dan mengeluarkan pendapatnya satu persatu bergiliran. Setelah beberapa hulubalang dan panglima perang mengeluarkan pendapat dan saran, maka ditemukan gagasan untuk menghadapi pasukan perang Majapahit tanpa harus ada pertumpahan darah. Semua sepakat untuk menjamu pasukan Majapahit dan kemudian kerajaan Pagaruyung mengajak ‘adu kerbau’ sebagai ganti perang tanding. Apabila pasukan Majapahit kalah dalam adu kerbau, maka pasukan Majapahit boleh kembali pulang dengan damai tanpa harus terjadi pertumpahan darah.

Setelah mengatur strategi untuk bagaimana caranya bisa memenangkan pertandingan ‘adu kerbau’ bersama para hulu balang dan panglima perang, Raja Pagaruyung kemudian memerintahkan putrinya yang bernama Tantejo Gerhano untuk pergi ke perbatasan, menghantarkan hidangan-hidangan lezat untuk menjamu pasukan Majapahit dengan ditemani oleh dayang-dayang istana.  Sementara itu, dari kejauhan, pasukan Pagaruyung berjaga-jaga untuk mengatisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi.

Setelah tiba di perbatasan negeri, putri Tantejo Gerhano bersama para dayang istana, langsung mendatangi tenda panglima perang pasukan Majapahit, mengucapkan selamat datang dengan ramah dan kemudian menyuruh para dayang istana untuk menghidangkan makanan-makanan lezat. Hal tersebut tentu saja membuat pasukan Majapahit terheran-heran. Mereka mengira akan disambut oleh pasukan perang Kerajaan Pagaruyung, tetapi ternyata malahan disambut hangat oleh putri raja Pagaruyung dan gadis-gadis cantik yang ramah serta makanan yang enak-enak.

Setelah selesai menikmati hidangan, Putri Tanteno Gerhano mengundang panglima perang pasukan Majapahit untuk datang ke istana kerajaan Pagaruyung. Setibanya di istana kerajaan Pagaruyung, raja Pagaruyung menyambut panglima perang Majapahit yang datang bersama pasukan pengawalnya dengan baik.

Kepada Raja Pagaruyung, panglima perang Majapahit itu menyampaikan kabar bahwa Raja Majapahit telah memberi tugas kepadanya untuk merebut Kerajaan Pagaruyung. Seketika itu juga ruang pertemuan menjadi tegang. Semuanya diam, hening dengan dada deg-degan.

Beberapa saat kemudian, setelah menghela napas panjang, Raja Pagaruyung berkata, dan menawarkan Adu Kerbau sebagai ganti pertempuran. Maksud dan tujuannya adalah untuk menghindari pertumpahan darah. Raja juga berjanji, seandainya kerbau dari kerajaan Majapahit kalah maka seluruh pasukan Majapahit tidak akan diganggu, dan dapat kembali pulang ke Majapahit dengan damai. Mendengar usulan raja yang bijaksana tersebut panglima perang Majapahit setuju.

Akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak akan berperang. Sebagai gantinya mereka akan mengadakan Adu Kerbau. Dalam kesepakatan itu tidak ada ketentuan jenis maupun ukuran kerbau yang akan diadu. Kedua belah pihak kemudian bersiap-siap untuk mengadakan Adu Kerbau.

Untuk bisa mengalahkan kerbau dari Kerajaan Pagaruyung, pihak Kerajaan Majapahit mempersiapkan seekor kerbau yang besar dan kuat. Sementara itu pihak Kerajaan Pagaruyung justru memilih seekor anak kerbau yang masih menyusu. Anak kerbau tersebut sengaja dipisahkan dari induknya selama tiga hari agar kelaparan. Pada kepala anak kerbau itu dipasangi semacam tanduk yang terbuat dari besi runcing.

Tunggu punya tunggu, maka tibalah hari yang telah ditentukan untuk Adu Kerbau pun tiba. Masing-masing pihak membawa kerbau aduan mereka ke Gelanggang tanding yang telah disiapkan. Kedua belah pihak memberikan semangat dukungan pada kerbau aduan kerajaan mereka masing-masing.

Beberapa saat kemudian kedua kerbau yang akan diadu, dilepas memasuki arena tanding. Kerbau milik pasukan Majapahit terlihat kokoh kekar, beringas dan liar. Masuk ke arena tanding dengan gagahnya. Sementara itu, anak kerbau milik Negeri Pagaruyung yang bertubuh kecil segera berlari menuju kerbau besar Majapahit.  Rupanya si anak kerbau yang sudah kelaparan itu mengira kalau kerbau besar Majapahit itu adalah induknya.

Dikarenakan sudah tiga hari tidak menyusu, moncong kecil si anak kerbau itu segera saja berusaha untuk menggapai perut kerbau lawannya, mencari susu induknya. Sehingga dengan demikian perut kerbau Kerajaan Majapahit itu terluka karena terkena besi runcing yang terpasang pada kepala si anak kerbau.

Setelah beberapa kali terkena tusukan, kerbau milik pasukan Majapahit akhirnya roboh, terkapar kelojotan di tanah.  Melihat kejadian itu, para penonton dari pihak Pagaruyung bersorak-sorak gembira.

“Manang Kabau! Manang Kabau! Manang Kabau” teriak mereka dengan gembira. Sementara itu para prajurit kerajaan Majapahit tertunduk lesu. Mereka tidak mengira kalau pihak Kerajaan Pagaruyung menggunakan taktik cerdik untuk mengalahkan kerbau mereka yang besar dan kuat.

Suka tidak suka. Senang tidak senang, pasukan Majapahit dengan berat hati menerima kekalahan kerbau  mereka dalam pertandingan Adu Kerbau tersebut. Maka, Raja Pagaruyung pun mengijinkan mereka kembali pulang ke Majapahit dengan damai. Sementara itu, berita kemenangan kerbau Kerajaan Pagaruyung menjadi buah bibir di seluruh negeri.

‘Manang kabau’ adalah bahasa penduduk setempat yang berarti Menang kerbau. Sehingga pada akhirnya  daerah itu dikenal dengan sebutan Manang Kabau. Lama kelamaan sebutan Manang Kabau berubah menjadi Minangkabau.

Sebagai upaya untuk mengenang peristiwa tersebut, penduduk negeri Pagaruyung merancang sebuah rumah yang atapnya menyerupai bentuk tanduk kerbau. Rumah tersebut dibangun di daerah perbatasan kerajaan, tempat di mana pasukan Majapahit dijamu oleh Putri raja Pagaruyung, Putri Tanteno Gerhano.

***

Juli, 2020
Dapoer Sastra Tjisaoek
Diceritakan kembali oleh: Abah Yoyok

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *