ADORASI
Lintang malam jelang subuh
Tubuh gigil setia menanti hening
Jika mentari terlanjur mengecup kening
sebelum mataku terjaga
Bersyukurlah
Sebab ada setia tak habis dihantam perih
Jauh darimu, ada pikiran yang ditimang cemas
Riuh kabar dari belahan bumi yang terjerat tali pengikat
Setiap harinya adalah hukuman tanpa penghakiman
Sebab jujur sering menikam kebiasaan
Melatih cemburu bersembunyi di balik tilam
Bagaimana kabarmu hari ini?
Masihkah merayakan sepi bersama lintang malam
Yang seakan memanggil untuk meraba dada
Memastikan luka bersemayam di tempat yang sama
Menunggu kepulanganmu dan merawat luka-luka sendiri hingga mampu berlari
Adalah anggur dari perjamuan laknat perpisahan
Tuan,
Aku hanya mampu mengirimkan air mata
sebagai pengukur jauh jarak hatiku yang kesepian
Surabaya, 2021
HUJAN DI KEDAI KOPI PUTAT JAYA
Kupikir malam ini begitu sunyi, lalu sebentar kemudian begitu ramai. Kemudian sunyi kembali di kotak-kotak kosong yang pendiam.
Aku melihat terlalu banyak kejadian, tangis, tawa, wadah-wadah busa berserakan di lantai. Kemudian diriku yang tak bisa melakukan apa-apa, selain menari di atas hamparan kain. Satu wajah menderita, dengan kekasihnya di dalam pikiran. Sementara kulihat, tubuhnya mengerang. Dengan tetes hujan tipis dari tubuhku, kuhapuskan semua penderitaannya.
Kau menenggak lagi kepahitan, di kedai kopi Putat Jaya. Kota yang kau singgahi demi sebuah kisah dari masa silam. Di mana penderitaan masih menjadi pembentuk wajahmu yang abu. Sekali dua kali suara kendaraan di luar kedai, mengiringi degup jantung yang gegas, serta ritme piano dari ayunan pinggang yang patah. Menutupi suara berisik yang kita hasilkan.
Meskipun akhirnya, kau tetap dengan wajah menderita, dan kutetap di keramaian kotak-kotak kosong yang pendiam.
Surabaya, 2021
Lilin adalah nama pena perempuan kelahiran Surabaya ini. Penyuka sepi dan sendiri ini menulis untuk meluahkan segala rasa. Jejaknya bisa dilacak di akun instagram @lilinmey, bisa juga kepoin akun facebooknya Lilin(Mey Farren)